Palangka Raya, Kantamedia.com – Bank Indonesia menyebut pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah (Kalteng) pada triwulan II 2022, sebesar 6,74% (yoy). Angka ini lebih tinggi di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Kalimantan dan nasional.
Secara regional, pertumbuhan ekonomi Kalimantan juga menunjukkan tren positif. Pada triwulan II,
pertumbuhan mencapai 4,25% (yoy), sementara pada triwulan III meningkat menjadi 5,67% (yoy).
Namun pada 2023, perekonomian Kalteng diprakirakan akan melambat. “Setidaknya ada empat faktor penyebab perlambatan ini, yaitu penurunan produktivitas TBS, CPO, bauksit, dan kondisi cuaca ekstrem,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Tengah, Yura Djalins, di Palangka Raya, Rabu (18/1/2023).
Produktivitas tandan buah segar (TBS), jelas dia, akan mengalami penurunan sebagai dampak pemupukan yang lebih selektif akibat harga pupuk yang melonjak tinggi pada tahun 2022.
Kemudian larangan ekspor bijih bauksit yang akan diberlakukan sejak Juni 2023, dapat memicu penurunan potensi produksi bauksit.
“Selain itu, pada triwulan II tahun 2023, diprakirakan terjadi el nino yang berpotensi mengakibatkan kekeringan pada area pertanian dan perkebunan,” imbuhnya.
Di sisi lain, lanjut Yura, pergerakan masyarakat sudah kembali normal seiring dengan dicabutnya kebijakan PPKM oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada akhir tahun 2022. Proyek multiyears di Kalimantan Tengah masih berlanjut. Demikian pula dengan zero covid policy di Tiongkok telah berakhir dan dapat mendorong pertumbuhan ekspor komoditas batu bara Kalteng.
Lebih lanjut Yura mengatakan, menimbang kondisi perekonomian saat ini dan ke depan, bauran kebijakan Bank Indonesia akan difokuskan terus untuk memperkuat ketahanan serta pemulihan perekonomian, dimana kebijakan moneter diarahkan pro-stability, serta kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar keuangan, dan ekonomi keuangan inklusif dan hijau diarahkan pro-growth.
Ia mengungkapkan, salah satu potensi sumber pertumbuhan ekonomi baru Kalteng adalah melalui hilirisasi. Sejauh ini, perekonomian Kalteng masih bergantung pada brown economy seperti industri kelapa sawit dan batu bara.
Sejalan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, percepatan hilirisasi batu bara dapat menjadi solusi utama mewujudkan dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Kalimantan yang berkelanjutan di tengah turunnya permintaan batu bara.
“Kalimantan Tengah sudah mulai menerapkan carbon trading sebagai potensi sumber pertumbuhan tanpa harus merusak hutan,” ujarnya. (jnp)