Jakarta, Kantamedia.com – Penjualan mobil nasional pada Maret 2025 masih mencatatkan tren perlambatan, baik dari sisi distribusi pabrikan maupun penjualan ritel. Berdasarkan data wholesales atau distribusi dari pabrikan ke diler, tercatat sebanyak 70.892 unit kendaraan terjual. Angka ini turun 1,99% atau sekitar 1.444 unit dibandingkan bulan sebelumnya, Februari 2025.
Sementara itu, dari sisi ritel—yakni penjualan dari diler ke konsumen—jumlahnya mencapai 76.582 unit, mengalami penurunan sebesar 6,8% dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan 82.170 unit.
“Februari kemarin penjualan sekitar 70 ribu unit, dan pada 2024 sekitar 69,8 ribu. Harapannya Maret bisa menyamai capaian tahun lalu di 82 ribu unit, namun realisasinya hanya 76,6 ribu,” kata Marketing Director PT Astra Daihatsu Motor, Sri Agung Handayani, dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (21/4/2025).
Menurut Sri Agung, penurunan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk kondisi makroekonomi yang belum sepenuhnya pulih serta libur panjang Lebaran yang memperpendek hari kerja, sehingga berdampak pada distribusi dan aktivitas penjualan.
Namun demikian, ia mencatat bahwa rata-rata penjualan harian pada Maret justru lebih tinggi dibanding Februari jika dihitung berdasarkan effective working days atau hari kerja efektif.
“Kalau dilihat dari hari kerja yang tersedia, penjualan harian Maret justru naik. Jadi jangan hanya lihat total bulannya saja. Kami optimistis April bisa lebih baik,” jelasnya.
Sri Agung juga mengungkapkan bahwa meski telah memasuki periode pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), dampaknya belum terasa signifikan terhadap lonjakan penjualan mobil.
Lebih jauh, ia menyoroti perlunya stimulus tambahan dari pemerintah untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Ia menilai pasar otomotif sangat bergantung pada kekuatan konsumsi masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional.
“Pasar otomotif sangat sensitif terhadap pergerakan ekonomi. Kalau konsumsi meningkat dan daya beli membaik, dampaknya langsung terasa. Kami berharap ada kebijakan yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih luas,” tandasnya.
Hingga saat ini, pelaku industri otomotif berharap adanya intervensi kebijakan yang lebih agresif dari pemerintah untuk mendorong permintaan, tidak hanya bagi sektor otomotif tetapi juga dalam memperkuat perekonomian secara keseluruhan. (Mhu)