Studi Psikologi Ungkap Alasan Masyarakat Lebih Percaya Hoaks

Kantamedia.com – Profesor Psikologi dan Ilmu Saraf di New York University, Jay Van Bavel mengungkap alasan mengapa masyarakat lebih rentan dan cenderung percaya dengan hoaks dari sisi psikologis.

Menurutnya, hal tersebut terjadi berdasarkan proses atau cara individu dalam mempercayai sesuatu.

Berdasarkan penelitian yang telah ia lakukan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa masyarakat lebih percaya dengan hoaks sehingga informasi tersebut juga lebih cepat viral.

“Orang-orang itu lebih tertarik mengklik berita-berita dengan tendensi negatif dibandingkan dengan berita yang positif,” ujar Jay dilansir dari PEN America.

Pernyataan ini juga didukung oleh studi yang dilakukan olehnya bersama rekan-rekannya pada tahun 2023. Melalui data yang dikumpulkan sekitar 105 ribu berita dari Upworthy, situs berita yang didedikasikan untuk mempromosikan hal-hal positif, temuannya adalah kalimat-kalimat negatif dalam berita utama meningkatkan tingkat views atau konsumsi.

Baca juga:  6 Tanda Anda Memiliki Chemically Bonded dengan Pasangan

Faktor lainnya adalah penggunaan tata bahasa yang menggugah moral atau respons emosional.

Berdasarkan studi yang dilakukan olehnya di tahun 2017, ketika sebuah informasi menyertakan kata-kata yang menimbulkan respons emosional seperti “takut” atau “cinta”, pun kata-kata yang menunjukkan moralitas seperti “kejahatan”, atau bahkan keduanya seperti “pelecehan” dan “dendam”, hasilnya menunjukkan 20 persen lebih menarik perhatian.

Jay juga menjelaskan bahwa informasi atau berita yang memuat hal-hal negatif tentang pihak tertentu, terutama dalam konteks politik, cenderung mendapat lebih banyak perhatian.

Baca juga:  Bimbingan Kepribadian Perdana Bapas Kelas II Sampit, Upayakan Klien Untuk Move On

“Ada istilah dalam bahasa Jerman yang disebut sebagai schadenfreude, yang berarti kecenderungan untuk menikmati penderitaan orang lain,” tuturnya menambahkan.

Faktor terakhir adalah ekstremisme. Studi terbaru yang dilakukan oleh Jay meneliti terkait bagaimana orang-orang dengan opini paling ekstrem seringkali memposting atau mengunggah lebih banyak dibanding yang lain.

Paparan berlebihan terhadap opini-opini ekstrem tersebut kemudian akan membelokkan persepsi masyarakat tentang realitas dan meningkatkan polarisasi. (*/jnp)

Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi