Kantamedia.com – Perdana Menteri Australia Anthony Albanese telah mengumumkan rencana untuk membuat undang-undang yang melarang penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun. Ia mengkalim inisiatif ini merupakan yang terdepan di dunia.
Menteri Komunikasi Australia Michelle Rowland mengatakan Kamis (7/11/2024), platform media sosial yang terkena dampak akan mencakup Instagram dan Facebook milik Meta, serta TikTok milik Bytedance, dan X milik Elon Musk, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Rowland juga mengatakan bahwa YouTube milik Alphabet juga kemungkinan termasuk dalam cakupan undang-undang tersebut. “Media sosial membahayakan anak-anak kita, dan saya meminta waktu untuk menghentikannya,” kata Perdana Menteri Albanese dalam konferensi pers.
Undang-undang tersebut akan diajukan ke parlemen tahun ini. Diharapkan undang-undang tersebut mulai berlaku 12 bulan setelah diratifikasi oleh anggota parlemen. “Tidak akan ada pengecualian bagi pengguna yang memiliki izin orang tua,” tandas Albanese.
“Tanggung jawab berada pada platform media sosial untuk menunjukkan bahwa mereka mengambil langkah-langkah yang wajar untuk mencegah akses. Tanggung jawabnya bukan pada orang tua atau kaum muda,” imbuhnya.
Usulan larangan media sosial untuk anak-anak di Australia diajukan awal tahun ini dan mendapat dukungan bipartisan yang luas di parlemen. Keempat perusahaan media sosial yang menjadi sasaran larangan tersebut tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.
Digital Industry Group, badan perwakilan yang beranggotakan Meta, TikTok, X dan Google Alphabet, mengatakan tindakan tersebut dapat mendorong kaum muda untuk menjelajahi bagian internet yang lebih gelap dan tidak diatur.
“Menjaga keamanan kaum muda saat daring merupakan prioritas utama … tetapi larangan yang diusulkan bagi remaja untuk mengakses platform digital merupakan respons abad ke-20 terhadap tantangan abad ke-21,” kata Direktur Pelaksana DIGI Sunita Bose.
“Daripada memblokir akses melalui larangan, kita perlu mengambil pendekatan yang seimbang untuk menciptakan ruang yang sesuai dengan usia, membangun literasi digital, dan melindungi kaum muda dari bahaya daring,” tambahnya.
Sejumlah negara telah berjanji untuk mengekang penggunaan media sosial di kalangan anak-anak melalui undang-undang. Usulan Australia tampaknya menjadi salah satu yang paling ketat.
Prancis tahun lalu mengusulkan larangan media sosial bagi mereka yang berusia di bawah 15 tahun, meskipun pengguna dapat menghindari larangan tersebut dengan izin orang tua.
Awal tahun ini, Ahli Bedah Umum AS Dr Vivek Murthy meminta Kongres untuk mewajibkan platform media sosial mencantumkan label peringatan yang merinci dampaknya terhadap kehidupan kaum muda, serupa dengan label yang sekarang wajib dicantumkan pada bungkus rokok.
AS juga mengharuskan perusahaan teknologi untuk meminta izin orang tua untuk mengakses data anak-anak di bawah 13 tahun. Namun, analis sebelumnya telah menyatakan keraguan secara teknis untuk memberlakukan larangan tersebut.
“Kita sudah tahu bahwa metode verifikasi usia saat ini tidak dapat diandalkan, terlalu mudah dielakkan, atau membahayakan privasi pengguna,” kata peneliti Universitas Melbourne, Toby Murray, awal tahun ini.
Australia telah menjadi yang terdepan dalam upaya mengendalikan media sosial. Pengawas daring negara itu terlibat dalam pertempuran sengit dengan X milik Elon Musk dan menuduh platform tersebut gagal memberantas unggahan yang merugikan.
Pemerintah Australia juga memperkenalkan RUU “pemberantasan misinformasi” awal tahun ini, yang menguraikan kewenangan luas untuk mendenda perusahaan teknologi yang melanggar kewajiban keamanan daring. (*)