Kantamedia.com – Pengadilan Federal Amerika Serikat (AS) menyatakan Google bersalah atas praktik monopoli dalam industri mesin pencari internet. Keputusan ini dikeluarkan pada Sabtu (10/8/2024) oleh Hakim Amit Mehta.
Melansir dari CNBC International, bahwa dalam putusan setebal 300 halaman, Hakim Mehta menyoroti kemiripan kasus Google dengan kasus anti-monopoli Microsoft pada 1999. “Hasil akhirnya tidak jauh berbeda dengan kesimpulan pengadilan Microsoft mengenai pasar browser,” tulis Mehta.
Inti dari kasus ini adalah “kekuatan layanan default” yang dimiliki Google. Perusahaan teknologi raksasa tersebut dituduh membangun ‘tembok’ yang menghalangi persaingan dalam industri pencarian internet, terutama melalui kesepakatan miliaran dolar dengan Apple dan Samsung untuk menjadi mesin pencari default di perangkat mereka.
“Pengguna bisa menggunakan mesin pencari pesaing Google melalui akses non-default. Namun, jarang orang melakukan itu,” tambah Mehta dalam putusannya.
Gugatan terhadap Google diajukan pemerintah AS pada 2020. Persidangan lanjutan untuk menetapkan sanksi dan langkah perbaikan akan digelar pada 4 September mendatang.
Sam Weinstein, profesor hukum di Cardozo Law School dan mantan pengajar anti-monopoli Departemen Kehakiman (DOJ) AS, mengomentari, “Pemerintah secara implisit dan eksplisit mengatakan kasus ini didasari pada kasus Microsoft.”
Nicholas Economides, profesor ekonomi di Stern School of Business, Universitas New York, menambahkan, “Reaksi pertama saya terhadap hal ini adalah bahwa Google tampaknya kalah secara keseluruhan. Pukulan besar ini mengingatkan saya pada kemenangan DOJ melawan Microsoft.”
Para ahli memperkirakan Google mungkin akan diminta membatalkan seluruh kesepakatan eksklusifnya dan membuat akses ke mesin pencari lain lebih mudah bagi masyarakat. Sanksi finansial juga diperkirakan akan dijatuhkan.
Keputusan ini berpotensi mengubah model bisnis Google secara signifikan. Pada kuartal kedua 2024, Google Search dan layanan terkait menyumbang 57 persen dari total pendapatan Alphabet, perusahaan induk Google.
Dalam proses bandingnya, Google kemungkinan akan mengangkat isu persaingan di era kecerdasan buatan (AI). Neli Chilson, mantan chief technologist FTC yang kini menjabat kepala kebijakan AI untuk Abundance Institute, menyatakan bahwa peningkatan persaingan berkat AI mungkin bisa membantu Google dalam kasusnya.
“Pencarian penyedia vertikal seperti Amazon dan layanan AI seperti ChatGPT mengancam akan menjungkirbalikkan seluruh model bisnis iklan penelusuran umum Google,” ujar Chilson.
Kasus ini masih akan berlanjut, dengan proses banding yang diperkirakan memakan waktu sekitar dua tahun. (*/Mhu)