Indonesia Setujui Pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal Tingkat Dunia

Apresiasi dan Harapan terhadap Pengesahan SB8J

Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat Kasmita Widodo mengatakan, dukungan pemerintah Indonesia terhadap pembentukan badan permanen masyarakat adat dan komunitas lokal ini ini perlu pemerintah Indonesia selaraskan dengan rencana aksi dan strategi keanekaragaman hayati Indonesia atau IBSAP yang diluncurkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada bulan Agustus 2024 lalu.

“Kami berharap ini menjadi pengakuan dan perlindungan penuh terhadap wilayah adat dengan segala keanekaragaman hayatinya serta kearifan lokal masyarakat adat,” katanya.

Ketua Auriga Nusantara Timer Manurung mengatakan, kesepakatan di konferensi keanekaragaman hayati ini, “seyogianya diwujudkan melalui pengakuan dan perlindungan wilayah adat dalam wilayah dan rencana aksi konservasi, seperti IBSAP, penunjukan/penetapan/zonasi kawasan konservasi dan rencana aksi konservasi spesies,” katanya.

Baca juga:  TPS 3R Kalampangan: Solusi Cerdas Atasi Sampah dan Jadi Nilai Rupiah

Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia yang hadir pada sidang akhir COP-16 menyampaikan, “Indonesia akhirnya bisa menunjukkan keberpihakannya terhadap masyarakat adat di komunitas global, dan menjalankan mandat konstitusi untuk terus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 B Ayat (2) Konstitusi,” kata Syahrul.

Cindy Julianty, Program Manager Working Group Indigenous Peoples’ and Community Conserved Areas and Territories Indonesia (WGII), menggarisbawahi pekerjaan rumah yang harus dikerjakan menyusul pengesahan Article 8J. Ada kebutuhan untuk menyusun berbagai panduan dan rekomendasi, bagaimana cara menghitung dan mengakui kontribusi Masyarakat Adat dan Lokal untuk implementasi target Kunming Montreal – Global Biodiversity Framework. Cindy menekankan, dalam level nasional, sebetulnya ada keterkaitan kuat antara Article 8j dengan dokumen IBSAP (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan) yang sudah diterbitkan pemerintah khususnya target soal partisipasi Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal.

Baca juga:  Presiden Korsel Akhirnya Ditangkap Petugas Gabungan

“Keberadaan Subsidiary Body on Article 8j merupakan tonggak sejarah. Konvensi CBD benar-benar menempatkan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal sebagai aktor penting dalam implementasi KM-GBF,” kata Cindy Julianty.

Langkah yang diambil pemerintah Indonesia ini patut mendapat apresiasi, dan menjadi legacy penting bagi performa pemerintah dalam negosiasi di level internasional, dan harapannya dapat diamplifikasi pada forum lain seperti konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan dalam rangka Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Keberpihakan pemerintah pada masyarakat adat dan komunitas lokal dapat menjadi kekuatan bagi Pemerintah Indonesia untuk memajukan Indonesia sebagai negara dengan mega biodiversity, keragaman budaya, tradisi dan pengetahuan tradisional.

Baca juga:  Putri Eks Perdana Menteri Thaksin Shinawatra Jadi PM Baru Thailand

Bimantara Adjie mewakili Perkumpulan HuMa menambahkan pekerjaan rumah yang tak kalah penting seiring dengan pengakuan Article 8J. Salah satu yang masyarakat sipil dorong adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang tertunda sejak tahun 2012.

“Kita perlu memastikan agar legacy ini juga dapat diteruskan di level nasional, di mana pemerintah perlu meneruskan budaya hukum yang memiliki keberpihakan pada masyarakat adat dan kelompok minoritas lainnya dalam pembentukan produk kebijakan di berbagai level, termasuk upaya untuk mengakui hak-hak mereka atas wilayah dan sumberdaya alam sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi,” kata Bimantara Adjie. (jnp)

Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi