Kantamedia.com – Pemerintah Indonesia menyampaikan kecaman keras terhadap pengumuman kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akhir pekan lalu untuk membangun sembilan permukiman dengan total 10 ribu rumah baru di Tepi Barat, dan melangsungkan pertemuan komite khusus dalam beberapa hari mendatang untuk mengotorisasi pembangunan tersebut.
“Indonesia mengecam keras keputusan Israel mengesahkan 9 pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan rencana pembangunan 10.000 rumah baru di wilayah tersebut,” bunyi kecaman yang disampaikan Kementerian Luar Negeri melalui akun Twitter resmi @Kemlu_RI, Rabu (15/2/2023).
“Keputusan ini bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi PBB terkait serta menyulut ketegangan dan instabilitas di kawasan.”
Indonesia mengecam keras keputusan Israel mengesahkan 9 pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan rencana pembangunan 10.000 rumah baru di wilayah tersebut.
— MoFA Indonesia (@Kemlu_RI) February 15, 2023
Melansir VOA, Direktur Timur Tengah Kemenlu RI, Bagus Hendraning Kobarsyih mengatakan, PBB sudah sepakat mengeluarkan resolusi untuk meminta Israel menghentikan proses illegal settlement (permukiman ilegal) yang selama ini dipaksakan oleh Israel.
“Karena terbukti di masa lalu, hal ini akan memicu ketegangan. Ini yang dilanggar pemerintah sayap kanan Israel, pemerintahan Netanyahu itu. Walaupun kita baca beritanya bahwa hal ini masih harus disahkan oleh pengadilan, tapi saya kira pengadilan Israel akan banyak menyetujui hal itu, karena ini terkait kepentingan nasional mereka,” kata Bagus.
Tindakan Israel ini, lanjut Bagus, akan semakin mempersulit proses perundingan perdamaian karena Israel dinilai tidak serius menciptakan perdamaian di kawasan Timur Tengah.
Untuk itu komunitas internasional, ujarnya, sedianya bersatu untuk mendesak Israel menghentikan tindakan-tindakan tersebut dan terus mendesak terciptanya solusi dua negara.
Bagus mengakui pembukaan hubungan diplomatik yang dilakukan sejumlah negara-negara Arab memang sedikit banyak berpengaruh terhadap upaya memberikan tekanan politik pada Israel, meskipun tetap tidak mengubah tujuan awal untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Menurutnya solusi dua negara masih mungkin dilakukan sepanjang komitmen itu dipegang oleh masing-masing pihak. Solusi dua negara merupakan solusi politik yang diharapkan tidak menimbulkan kekerasan lanjutan.
Terpisah, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah menilai Israel semakin berani mengambil langkah-langkah kontroversial seperti ini karena mengetahui tidak ada negara atau pun koalisi negara dan organisasi internasional yang mampu melawannya.
Satu hal yang dilupakan Israel, ujar Rezasyah, adalah semakin dalamnya kebencian terhadap Israel yang bisa jadi dilampiaskan pada warganya.
“Israel tidak memikirkan bahwa kebencian dunia bisa berkecamuk di banyak titik dunia. Sasarannya adalah barangkali warga negara Israel yang berkunjung sebagai wisatawan, kemudian sikap beringas anak-anak Palestina,” kata Rezasyah.
Semakin banyaknya permukiman Israel itu akan semakin memkecil luas wilayah Palestina secara sistematis, dan pada akhirnya menepis gagasan kemerdekaan Palestina, tambahnya. Oleh karena itu solusi dua negara yang terus diperjuangkan sedianya tidak saja menggunakan tekanan politik, tetapi juga tekanan ekonomi. (*/jnp)