Kantamedia.com – Seorang pria di Tiongkok memilih tidur di mobilnya setelah menghadiri pesta dan mengonsumsi alkohol. Ia berpikir keputusan ini lebih aman daripada mengemudi dalam keadaan mabuk. Namun, justru karena tidur di mobil, ia malah dikenai denda sebesar Rp 11,5 juta oleh polisi lalu lintas.
Menurut Sohu, kejadian ini terjadi pada 11 Februari 2022 di Shijiazhuang, Tiongkok. Pria bernama Mr Duân menghadiri pesta bersama teman-temannya di sebuah restoran. Setelah meneguk alkohol, ia sadar tidak bisa mengemudi pulang. Ia memilih untuk tidur di mobilnya yang diparkir di pinggir jalan, menyalakan mesin mobil dan AC agar lebih nyaman sebelum tertidur di kursi pengemudi.
“Mobil yang terparkir terlalu lama menarik perhatian polisi lalu lintas setempat. Ketika polisi membangunkan Mr Duân dan meminta membuka jendela, mereka mencium bau alkohol. Polisi kemudian melakukan tes kadar alkohol dan hasilnya menunjukkan bahwa kadar alkoholnya jauh di atas batas yang diperbolehkan,” tulis Autopro, Rabu (2/4/2025).
Tanpa ragu, polisi menilang Mr Duân dengan tuduhan mengemudi dalam keadaan mabuk. Ia dikenai denda sebesar 5.000 Yuan atau sekitar Rp 11,5 juta, SIM-nya dicabut, dan mobilnya disita selama 15 hari. Namun, Mr Duân menolak tuduhan tersebut. “Saya tidak sedang mengemudi, hanya tidur di dalam mobil. Saya tidak melanggar hukum,” tegasnya.
Polisi tetap bersikeras bahwa karena mesin mobil menyala, ia tetap dianggap memiliki kendali atas kendaraan dan bisa saja mengemudi kapan saja.
Merasa tidak adil, Mr Duân membawa kasus ini ke pengadilan di Kota Shijiazhuang. Dalam persidangan, pengacaranya berargumen bahwa kliennya hanya tidur di mobil setelah minum alkohol dan tidak pernah mengemudi. Berdasarkan Undang-Undang Keselamatan Lalu Lintas di Tiongkok, seseorang dapat dihukum jika kadar alkoholnya melebihi ambang batas dan ia benar-benar mengemudi di jalan. Dalam kasus ini, polisi tidak memiliki bukti bahwa Mr Duân menggerakkan mobilnya.
Namun, polisi tetap bersikeras bahwa karena mesin mobil menyala, ia secara teknis memiliki kendali atas kendaraan.
Profesor Sun Haibo, Direktur Pusat Penelitian Hukum Lalu Lintas dari sebuah universitas di Tiongkok, menyatakan bahwa kasus ini berkaitan dengan definisi “mengemudi” dalam hukum. Sayangnya, regulasi di Tiongkok masih belum memiliki ketentuan yang tegas mengenai hal ini, sehingga sering terjadi perbedaan interpretasi di lapangan.
Setelah mempertimbangkan argumen kedua belah pihak, pengadilan akhirnya memutuskan bahwa Mr Duân tidak bersalah. Hakim menegaskan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan ia mengemudi saat mabuk. Oleh karena itu, pengadilan meminta polisi untuk membatalkan denda dan mengembalikan SIM yang telah dicabut.
Tidak puas dengan keputusan ini, polisi mengajukan banding. Namun, pada awal 2023, pengadilan yang lebih tinggi tetap mempertahankan putusan awal. Pengadilan menegaskan bahwa hanya menyalakan mesin mobil tidak cukup untuk menyatakan seseorang mengemudi dalam keadaan mabuk.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa aturan mengenai tidur di mobil setelah minum alkohol masih dapat diperdebatkan di banyak negara. Meski demikian, prinsip dasar tetap harus diingat: jangan pernah mengemudi setelah mengonsumsi alkohol demi menjaga keselamatan bersama di jalan raya. (*)