Kantamedia.com – Desa Suka Makmur, Kalimantan Tengah (Kalteng) diklaim sebagai desa yang berhasil bebas kasus stunting dengan kasus nol stunting.
Keberhasilan desa yang berada di Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat itu pun dipaparkan pada acara Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-11 di Hilton Bali, Nusa Dua, Selasa (6/12/2022).
“Saat pemerintah pada gencar-gencarnya ‘kita harus nol stunting, nol stunting‘, Desa Suka Makmur dengan sendirinya nol stunting, itu desa kami,” kata Kepala Desa Suka Makmur Muhammad Toha dalam acara tersebut, dilansir Detik Finance, Rabu (7/12/2022).
Toha mengungkapkan salah satu rahasia Desa Suka Makmur bisa bebas stunting, di antaranya karena telah menerapkan 5 pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Desa Suka Makmur bahkan diklaim sebagai satu-satunya desa di pulau Kalimantan yang menjalankan 5 indikator yang ditetapkan pemerintah pusat tersebut.
Sebagai informasi, 5 pilar STBM adalah stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengolahan air minum dan makanan dengan benar, pengelolaan sampah rumah tangga, serta pengelolaan limbah cair rumah tangga agar tidak mencemari lingkungan.
“Kalau sudah lingkungan itu sehat dengan 5 pilar STBM, tercipta lah lingkungan ramah anak, ramah untuk ibu-ibu hamil. Lingkungan jadi sehat, ini tidak ada bau-bau yang tidak sedap. Biasanya budaya kita itu limbah cair menggenang ke mana-mana, belum lagi kalau dimainin bebek-bebek dan entok itu baunya ke mana-mana dan sangat tidak sehat,” tuturnya.
“Saat semuanya sedang gencar-gencarnya nol stunting, pengentasan kemiskinan, mungkin 5 pilar STBM ini bisa jadi salah satunya untuk menyelesaikan semua itu. Intinya setiap desa di Indonesia harus berdaya, harus bisa menerapkan 5 pilar STBM,” saran Toha.
Dengan lingkungan yang sehat itu, Toha menyebut secara tidak langsung ekonomi masyarakat di Desa Suka Makmur meningkat. Desa yang dihuni oleh 300 Kartu Keluarga (KK) itu memberikan contohnya.
“Desa kami karena 95% beragama muslim, sudah 2 tahun ini ketika melaksanakan ibadah qurban yang tadinya hanya 9 ekor sapi per tahun, menjadi 21 ekor sapi. Ini membuktikan setelah menerapkan 5 pilar STBM semua jadi tumbuh dan berkembang: nol stunting, ekonomi jadi tambah meningkat, mengurangi kemiskinan,” tandasnya.
Indonesia sendiri termasuk negara dengan prevalensi anak penderita stunting tinggi di dunia. Asian Development Bank mencatat prevalensi anak penderita stunting usia di bawah lima tahun (balita) Indonesia mencapai 31,8% per 2020 atau yang tertinggi kedua di Asia Tenggara.
Prevalensi stunting tertinggi ada di Timor Leste sebesar 48,8%. Sedangkan yang terendah adalah Singapura dengan tingkat prevalensi 2,8%. (*)