TuK Indonesia Sebut PT BJAP Beroperasi Ilegal di Lahan 13 Ribu Ha Lebih

Palangka Raya, kantamedia.com – Pemerintah diminta serius menelisik kepatuhan PT PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP) dalam menjalankan semua ketentuan yang berlaku. Salah satunya pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) atas lahan konsesi yang dimilikinya.

Menurut Direktur Eksekutif Transformasi Untuk (TuK) INDONESIA Linda Rosalina, pemerintah harus secara serius menelisik kepatuhan PT BJAP dalam membayar PBB untuk objek seluas 14.750 Ha di Kabupaten Seruyan sebagaimana diatur dalam PMK 186/2019.

“Bila Pemerintah hendak menargetkan optimalisasi penerimaan negara dari sektor perkebunan sawit, maka pastikan objek dan subjek pajak dengan jelas. Oleh karena itu, selayaknya Pemerintah membuka diri dan memberikan akses yang cukup bagi masyarakat dalam memberikan informasi,” kata Direktur Eksekutif Transformasi Untuk (TuK) INDONESIA Linda Rosalina, Senin (10/07/2023).

Linda menuturkan, terjadinya aksi demo masyarakat di PT BJAP 3 yang berujung bentrokan pada 7 Juli 2023, karena janji PT BJAP yang tidak ditepati. Perusahaan sawit yang berafiliasi dengan Best Agro International ini dituding tidak kunjung melakukan realisasi pembangunan kebun plasma untuk warga.

Diolah dari laporan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah 2022, PT BJAP baru membangun kebun plasma seluas 79,59 Ha dengan status tanaman belum menghasilkan. Angka ini jauh dari target pembangunan plasma yang wajib bagi perusahaan.

Perusahaan ini sebelumnya merupakan eks PT Mitra Unggul Tama Perkasa yang berlokasi di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Mendapatkan izin lokasi pada 2006 seluas 10.000 Ha dan 2007 seluas 13.500 Ha.

Selang beberapa bulan kemudian, pada 2007 perusahaan ini mendapatkan Izin Usaha Perkebunan seluas 14.750 Ha dari dua Izin Usaha Perkebunan (IUP) yakni IUP Nomor 525/319/EK/2007 dengan luas 13.500 ribu Ha dan IUP Nomor 525/320/EK/2007 dengan luas 1.250 Ha.

“Sejak tahun 2008, PT BJAP baru mengantongi HGU seluas 1.240,41 Ha diatas lahan dengan IUP Nomor 525/319/EK/2007. Artinya, PT BJAP beroperasi secara legal hanya pada lahan seluas 1.240,41 Ha, dan PT BJAP beroperasi secara ilegal diatas lahan seluas 13.509,59 Ha,” ungkap Linda Rosalina.

Berdasarkan penelusuran izin yang dilakukan TuK INDONESIA, lanjut dia, hal ini sesuai dengan kebijakan Permentan 26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, pasal 11 ayat (1) yang berbunyi : Perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Izin Usaha Perkebunan untuk Budi daya (IUP-B), wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.

Kemudian Permentan 98/2013 perubahan dari Permentan 26/2007, pasal 15 ayat (1) berbunyi: Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas 250 hektare atau lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20% dari luas areal IUP-B atau IUP.

Serta revisi UU 39/2014 tentang Perkebunan, pasal 58 yaitu Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan.

Selain di Kabupaten Seruyan, PT BJAP juga memiliki lahan konsesi di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat yang luas. Berdasarkan izin lokasi yang dimiliki, perusahaan ini mendapatkan lahan seluas 25.500 Ha. Kemudian mendapatkan IUP pada 2005 seluas 9.500 Ha dan pada 2016 seluas 14.068,50 Ha.

Perusahaan ini mendapatkan HGU sejak 1999 hingga 2008 dengan total luas 23.846,70 Ha. Dari total perizinan tersebut, tidak ada juga lahan untuk pembangunan plasma yang dialokasikan dan direalisasikan oleh PT BJAP.

Terpisah, Direktur Eksekutif WALHI Kalteng Bayu Herinata menyatakan bahwa PT BJAP secara terang benderang tidak mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di sektor perkebunan sawit.

“Kami mengusulkan agar perusahaan ini dapat dilakukan pemberian sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan, perusahaan ini juga dapat dilakukan pencabutan izin oleh pemerintah daerah karena telah melakukan pelanggaran,” ungkap Bayu, Senin (10/7/2023). (nna/jnp)

Bagikan berita ini
Bsi