Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Kebijakan Perluasan Perkebunan Sawit

YMKL: Picu Perubahan Corak Produksi Masyarakat

Palangka Raya, kantamedia.com – Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) mengungkapkan dampak signifikan dari perluasan izin perkebunan sawit terhadap perubahan corak produksi masyarakat di empat desa di Kalimantan, yakni Desa Sembuluh Satu, Sembuluh Dua, Paring Raya, dan Parang Batang.

Pernyataan ini disampaikan oleh Koordinator Region Kalimantan YMKL, Djayu Sukma Ifantara, dalam kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian dan Media Briefing di Hotel Luwansa, Kota Palangka Raya.

Menurut Djayu, data hasil survei yang dilakukan YMKL menunjukkan bahwa jenis pekerjaan masyarakat mengalami perubahan drastis akibat semakin menyempitnya wilayah kelola rakyat dan berkurangnya akses terhadap sumber daya alam. Akibatnya, banyak masyarakat yang terpaksa beralih menjadi buruh perkebunan sawit dengan upah yang rendah.

Di Desa Parang Batang, misalnya, 80% masyarakat kini bekerja sebagai buruh perkebunan dengan upah harian hanya Rp80.000, sementara di Paring Raya sekitar 45% warga mengalami nasib serupa.

Baca juga:  BPKP Ungkap Ada Kementerian Lepas Tangan di Pengawasan Tata Kelola Sawit

“Harapan kami, terutama kepada pemerintah daerah, provinsi, dan nasional, agar meninjau kembali rencana Presiden Prabowo yang ingin memperluas perkebunan sawit. Ini bukan soal prestasi, tetapi ada aspek sosial yang terlupakan,” ujar Djayu.

Lebih lanjut, Djayu menjelaskan bahwa dampak dari ekspansi perkebunan sawit ini telah mengganggu ketahanan pangan masyarakat. Hasil survei menunjukkan bahwa warga di keempat desa tersebut kini tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka secara mandiri. Menyempitnya lahan produktif membuat mereka semakin bergantung pada sistem ekonomi yang menjadikan mereka sebagai buruh tanpa kontrak dan jaminan keamanan kerja.

Baca juga:  Padamkan Karhutla, Petugas Berjibaku Gunakan Jalur Darat dan Udara

“Jika dengan jumlah izin yang ada saat ini saja dampaknya sudah sedemikian besar, apalagi jika ada perluasan lebih lanjut. Akses terhadap pangan masyarakat akan semakin terancam,” tambahnya.

Djayu juga menyoroti perubahan cara pandang masyarakat terhadap tanah. Sebelumnya, tanah memiliki nilai sosial dan budaya yang kuat, tetapi kini hanya dipandang sebagai aset ekonomi yang dapat diperjualbelikan. Perubahan struktur ekonomi ini berpotensi semakin memperburuk kesejahteraan masyarakat lokal.

Upaya Advokasi dan Harapan untuk Kebijakan Baru

Menanggapi situasi ini, YMKL berencana melakukan audiensi dengan kepala daerah yang baru terpilih pada Februari mendatang. Salah satu fokus utama dalam pertemuan tersebut adalah membahas kebijakan terkait program plasma sawit.

Meskipun bukan solusi jangka panjang, Djayu menilai bahwa program ini dapat menjadi jalan keluar sementara bagi masyarakat di Desa Paring Raya dan Parang Batang yang kini mengalami kesulitan ekonomi akibat terbatasnya lahan produktif.

Baca juga:  Empat Warga Ditangkap, Diduga Provokator Keributan di Desa Babual Baboti

“Kami akan menyampaikan kepada bupati baru bahwa area yang tersisa saat ini bukan area produktif. Banyak di antaranya berupa rawa dan tanah pasir yang sulit ditanami serta mengalami banjir tahunan. Kami berharap kebijakan yang akan diambil lebih berorientasi pada kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Djayu menutup pernyataannya dengan harapan bahwa pemerintah dapat mempertimbangkan ulang rencana ekspansi perkebunan sawit. Selain itu, ia berharap kebijakan yang diambil ke depan akan lebih berpihak kepada masyarakat lokal, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan kesejahteraan mereka. (rik)

Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi