BRIN: Praktik Kohabitasi di Indonesia Meningkat, 69% Pasangan Alami Konflik

Kantamedia.com – Fenomena kohabitasi atau hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah semakin marak di Indonesia, meski bertentangan dengan norma hukum dan agama. The Conversation melaporkan pergeseran pandangan anak muda terhadap pernikahan menjadi salah satu penyebab utama.

Peneliti ahli muda Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yulinda Nurul Aini mengungkapkan, di Manado, Sulawesi Utara, 0,6 persen penduduknya melakukan kohabitasi. “Dari total populasi tersebut, 1,9 persen sedang hamil saat survei dilakukan, 24,3 persen berusia di bawah 30 tahun,” ujarnya, Sabtu (26/10/2024).

Studi “The Untold Story of Cohabitation” (2021) menemukan praktik ini lebih banyak terjadi di Indonesia Timur yang mayoritas non-Muslim. Beban finansial, prosedur perceraian yang rumit, dan penerimaan sosial menjadi tiga alasan utama pasangan memilih kohabitasi.

Data Pendataan Keluarga 2021 (PK21) menunjukkan 69,1 persen pasangan kohabitasi mengalami konflik dalam bentuk tegur sapa, 0,62 persen mengalami konflik serius seperti pisah tempat tinggal, dan 0,26 persen mengalami KDRT.

Yulinda menekankan perempuan dan anak menjadi pihak yang paling terdampak. “Tidak ada kerangka regulasi yang mengatur pembagian aset, finansial, alimentasi, hak waris, dan penentuan hak asuh anak,” jelasnya. Anak-anak dari hubungan kohabitasi juga berisiko mengalami gangguan pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan mental akibat stigma sosial. (Mhu)

Baca juga:  Tragedi Pengajian Berujung Petaka: Ratusan Warga Kediri Keracunan Massal
Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi