Kantamedia.com –Â Ketua KPK, Firli Bahuri menjadi sosok yang paling dicari pada Jumat (28/7/2023) kemarin. Sebab, Danpuspom TNI dan rombongan datang mengenakan Pakaian Dinas Lapangan (PDL) untuk menemui pimpinan komisi antirasuah.
Namun, Firli justru tengah berada di Manado untuk melakukan peresmian Gedung Olahraga (GOR) WKI Kombos. Sedangkan, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata yang mengumumkan Marsdya Henri dan Letkol Afri sebagai tersangka juga tidak nampak. Jajaran TNI diterima oleh Wakil Ketua komisi antirasuah baru, Johanis Tanak.
Di sisi lain, Firli kemudian mengirimkan pernyataan tertulis yang menegaskan bahwa operasi senyap pada Selasa (25/7/2023) itu sudah sesuai prosedur dan aturan yang berlaku. Pernyataan itu bertentangan dengan kalimat Tanak yang mengaku ada kekhilafan dari penyelidik KPK sehingga bisa ikut menangkap prajurit TNI aktif.
“Kegiatan operasi tangkap tangan, penyelidikan, penyidikan hingga penetapan para pelaku sebagai tersangka telah sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku,” kata Firli di dalam keterangan tertulis pada Sabtu (29/7/2023).
Mantan jenderal bintang tiga di Polri itu memahami bahwa salah satu pihak yang ditangkap melalui OTT merupakan prajurit TNI aktif. Firli mengakui mereka memiliki mekanisme peradilan militer. Oleh sebab itu, KPK sudah melibatkan POM TNI sejak awal dalam proses gelar perkara.
“POM TNI dilibatkan sejak awal untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait,” tutur dia.
Komisi antirasuah, kata Firli, kemudian tetap melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan pihak dari swasta atau non militer. Sedangkan, pelaku dari militer diserahkan kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut.
Ia juga menyinggung bahwa komisi antirasuah memiliki kewenangan untuk mengoordinasikan penyelidikan kasus yang turut melibatkan orang sipil dan militer. Hal itu tertuang di dalam UU KPK pasal 42.
“Di pasal itu tertulis komisi antirasuah berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang bersama-sama dilakukan oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum,” ujarnya lagi.
Sebelumnya, cara kerja komisi antirasuah itu disentil Mabes TNI. Sebab, komisi antirasuah dinilai tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan status hukum bagi prajurit TNI aktif.
Komandan Puspom TNI, Marsda R Agung Handoko, mengatakan status Letkol Afri dan Marsdya Henri belum menjadi tersangka.
“Jadi, Beliau berdua belum kita tetapkan sebagai tersangka. Nanti, kita akan kembangkan berdasarkan laporan dari KPK dan barang bukti apa yang sudah didapat. Sehingga kami bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut dan menaikkan ke tingkat penyidikan. Pada tahap itu, kami baru menetapkan status tersangka,” ujar Agung ketika memberikan keterangan pers di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2023).
Ia juga mengaku belum tahu secara detail terkait dugaan korupsi yang dilakukan Letkol Afri dan Marsdya Henri. Sebab, komisi antirasuah belum menyampaikan data resmi terkait dugaan tindak pidana tersebut.
Itu sebabnya, Agung dan sejumlah rekannya pada Jumat kemarin mendatangi gedung KPK untuk menanyakan barang bukti apa saja yang didapat, agar bisa dilimpahkan ke Puspom TNI. (*/jnp)