Kantamedia.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengonfirmasi temuan dua kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak yang teridentifikasi pada akhir Januari dan awal Februari 2023.
Dua kasus baru itu ditemukan setelah Kemenkes mengklaim nihil penambahan kasus gagal ginjal akut sejak November 2022.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan, pasien GGAPA yang meninggal dunia di DKI Jakarta sempat mengkonsumsi obat sirop merek Praxion.
“Satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia satu tahun, mengalami demam pada tanggal 25 Januari 2023, dan diberikan obat sirop penurun demam yang dibeli di apotek dengan merek Praxion,” kata Syahril dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/2/2023).
Pasien meninggal tersebut sempat mengalami gejala batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil alias anuria.
Syahril mengungkap kasus di DKI ini merupakan temuan baru setelah tidak adanya kasus gagal ginjal akut di Indonesia sejak awal Desember 2022. Ia juga mengatakan terdapat satu kasus suspek gagal ginjal akut di Jakarta.
Satu kasus suspek ini dialami anak berusia tujuh tahun yang mengalami demam pada 26 Januari lalu. Pasien tersebut juga mengkonsumsi obat sirop yang dibeli secara mandiri atau tanpa resep dokter.
Syahril mengaku pihaknya telah melakukan tindakan antisipatif dalam menentukan penyebab dua kasus gagal ginjal akut baru yang dilaporkan.
Kemenkes bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, para Guru besar dan Puslabfor Polri melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memerintahkan untuk penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien yang terkonfirmasi meninggal dunia akibat mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).
“Dalam rangka kehati-hatian, meskipun investigasi terhadap penyebab sebenarnya kasus ini masih berlangsung, BPOM sudah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan,” kata BPOM dalam keterangan tertulis, Senin (6/2/2023).
Terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall alias penarikan obat secara sukarela.
BPOM mengaku, telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN).
“BPOM juga telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),” kata BPOM. (*/jnp)