Nah Lho! BKKBN Sebut 20 Persen Remaja 14 Tahun Sudah Pernah Berhubungan Seks

Contoh lainnya, apabila masyarakat di perkampungan seperti berboncengan motor adalah hal yang tabu karena mereka bukan pasangan sah.

Masa kini, berboncengan dengan pasangan bukan suami istri menjadi hal yang lumrah. Terlebih telah terjalin komunikasi yang intens sehingga membuat perubahan besar yang menyebabkan adanya rangsangan emosional seksual.

“Itu ada suatu kemajuan dalam tanda petik bukan hal yang positif. Sekarang ini gaya pacaran komunikasi antara laki-laki dan perempuan bisa jatuh dalam keadaan bersyahwat,” jelasnya.

Dari segi keluarga, lanjut Hasto, juga menjadi pendukung. Anak-anak yang kekurangan kasih sayang dari orangtuanya atau anak yang berasal dari broken home, sangat mungkin terjerumus ke dalam seks bebas.

Baca juga:  Inilah 3 Tuntutan Mahasiswa Penerima Beasiswa Tabe ke Disdik dan Bank Kalteng

Sejatinya, menurut Hasto, keluarga merupakan media yang paling baik bagi anak untuk sekadar berbagi cerita. Namun, apabila hal itu sirna di kalangan keluarga, sang anak akan kehilangan sosok yang dapat dibagi cerita sekaligus pelindungnya.

“Anak-anak yang tidak bisa curhat ke orangtuanya kemudian dia akan curhat ke teman sebayanya. Ketika dia pacaran itu akan mendapatkan perlindungan,” katanya.

“Hal-hal seperti inilah yang kemudian boleh dikaitkan dengan ketika keluarga itu ada broken home, banyak perceraian, kemudian akhirnya anak tidak bisa leluasa curhat ke orangtuanya karena bermasalah,” tambahnya.

Baca juga:  Rancangan APBD Kalteng 2024 Mencapai Rp6,1 Triliun

Sementara itu dari segi pendidikan juga menjadi penyumbang seks bebas di kalangan remaja. Sistem pendidikan di Indonesia masih belum dapat menerima pendidikan akan bahayanya seksualitas. Lalu didukung dengan gaya masyarakatnya malas membaca.

“Sehingga pengetahuan mengenai seks dan reproduksinya enggak maju tapi nafsu seksnya maju,” kata Hasto.

Hasto menambahkan dari fenomena seks bebas masa-masa remaja terdapat di kelompok salah satunya ekonomi ke bawah dengan umur di bawah 19 tahun.

“Sebaran masalah punya anak atau hamil di bawah 19 tahun itu sebaran ada pada kelompok ekonomi menengah ke bawah. Kemudian kelompok pendidikan rendah,” ungkap Hasto.

Baca juga:  Umsa Jadi Perguruan Tinggi ke-173 Muhammadiyah

Atas dasar itu pula pihaknya mendorong kepada Kementerian Pendidikan ataupun Dinas Pendidikan supaya pendidikan tentang akan bahaya seks bebas dapat segera dilegalkan mengingat sangat besar dampak negatifnya. (*/jnp)

Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi