Kantamedia.com – Sidang paripurna DPR, Selasa (6/12/2022) pagi akhirnya resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang.
“Kami menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang, apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin paripurna.
“Setuju!’ jawab peserta.
Lalu, Sufmi Dasco mengetukkan palu sebagai tanda sahnya RKUHP jadi undang-undang. Selanjutnya, KUHP terbaru itu diserahkan ke pemerintah untuk diteken Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan diberi nomor untuk masuk ke dalam lembar negara.
Dengan demikian, beleid hukum pidana terbaru itu resmi pula akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.
Seperti diketahui, pengesahan RKUHP ini terus tertunda sejak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014-2019. Gelombang aksi masyarakat muncul karena menilai banyak pasal yang bermasalah atau kontroversial.
Jadwal pengesahan RKUHP pada paripurna hari ini berlangsung sepekan setelah keputusan tingkat I diambil bersama pemerintah dalam rapat di Komisi I DPR pada 24 November lalu, dan berbilang hari sejak draf resminya disebar ke publik jelang akhir pekan lalu.
Komisi III DPR sebelumnya telah menyetujui RKUHP dibawa ke Paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Keputusan itu diambil dalam rapat keputusan tingkat I yang digelar bersama pemerintah pada 24 November lalu.
Namun, sejumlah kalangan publik dari mulai jurnalis, praktisi hukum, hingga aktivis HAM dan mahasiswa masih melihat materi dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih kacau dan memuat pasal-pasal bermasalah.
Pasal-pasal Kontroversial RKUHP
Penolakan pengesahan RKUHP tidak terjadi belakangan ini saja. RKUHP telah menjadi polemik selama kurang lebih empat tahun terakhir. Pada 2019, masyarakat sipil menggelar demo besar-besaran agar RKUHP tersebut tidak disahkan.
Sampai saat ini penolakan tersebut masih digaungkan. RKUHP dinilai masih memuat pasal-pasal warisan kolonial yang bermasalah dan rentan digunakan sebagai alat kriminalisasi.