Pemerintah Minta Polri Lebih Intens Atasi Kasus Bullying di Sekolah

Kantamedia.com – Pemerintah meminta pihak kepolisian atau Polri untuk lebih intens mencegah serta mengatasi kasus-kasus bullying atau perundungan di sekolah. Para siswa pelaku bullying atau perundungan semestinya juga bisa diproses secara hukum.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyebut, dari 70 persen kasus perundungan atau bully sebetulnya pelakunya sudah terdeteksi sejak awal. Hanya saja solusinya kerap tidak tepat, karena hanya memindahkan anak itu dari sekolah satu ke sekolah yang lain, tanpa diikuti dengan pembinaan yang memadai.

“Masalah pembinaan ini akan dibicarakan dengan para pihak terkait, termasuk Polri. Apalagi saat ini Polri telah memiliki tambahan direktorat yakni tindak pidana perdagangan orang serta perlindungan perempuan dan anak,” kata Muhadjir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/10/2023).

Dia mengatakan masalah perlindungan anak juga akan ditangani dari sisi penindakan hukum.

“Soal nanti seperti apa itu kita diskusikan. Saya akan bicara nanti dengan Pak Kapolri dan Kabaharkam untuk bagaimana operasionalnya Polri terlibat dalam penanganan kasus-kasus bullying sekolah itu, supaya betul-betul intens,” ujar Muhadjir.

Baca juga:  Wujudkan Kalteng Bermartabat, Maju dan Sejahtera, DAD Kalteng Gelar Rakor

Dia menilai kasus perundungan tidak cukup diserahkan kepada otoritas lembaga pendidikan dan keluarga. Masalah perundungan atau bullying ini juga bukan hanya merupakan tanggung jawab satu kementerian teknis saja, melainkan lintas kementerian.

Lebih jauh Muhadjir mengatakan siswa pelaku perundungan semestinya memang bisa diproses secara hukum. Namun, tentang pola penindakannya tergantung atau merujuk pada undang-undang yang ada, yang berkaitan dengan pelaku pidana yang melibatkan anak di bawah umur.

Sedangkan soal sanksi terhadap tenaga pendidik soal kasus perundungan, Muhadjir menyebut pemberian sanksi terhadap guru pendekatan yang kurang lunak.

“Ya kita tidak bicara sanksi, karena kalau sanksi itu pendekatan kurang soft. Tapi, bahwa mereka punya tanggung jawab itu iya. Kenapa? Karena kan masuk kurikulum itu adalah semua proses pengalaman belajar yang didapat oleh anak, baik itu di dalam sekolah maupun di luar sekolah,” ujar pria yang menjadi Mendikbud pada kabinet pemerintahan periode 2014-2019 itu.

Baca juga:  Pengendara Jupiter Z Hilang, Diduga Jatuh dari Jembatan Kasongan

“Karena itu guru sebenarnya bertanggung jawab kalau menurut ketentuan ASN, delapan jam per hari mereka itu bertanggung jawab terhadap para peserta didiknya,” imbuhnya.

Ada Pembinaan yang Tidak Jalan di Sekolah

Pada kesempatan itu, Muhadjir mengungkap temuannya bahwa pelaku perundungan kerap sering berpindah sekolah karena kasus serupa. Ia mencontohkan kasus bully di SMP di Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah Muhadjir mengatakan pelaku sudah tiga kali pindah sekolah karena kasus serupa.

“Beberapa kasus itu menunjukkan bahwa anak-anak yang melakukan bullying itu sebetulnya sudah pindahan dari sekolah satu ke sekolah berikutnya,” kata Muhadjir

Muhadjir mengatakan 70 persen kasus bully sebenarnya bisa dideteksi dini. Apalagi bila pelaku pernah pindah sekolah karena kasus yang sama.

Ia menilai ada pembinaan yang tak berjalan di lingkungan sekolah. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mendorong pihak sekolah untuk mengawasi lebih baik.

Baca juga:  Kemenkes Gelontorkan Rp16 Miliar Untuk Uji Coba Nyamuk Wolbachia

“Hanya solusinya yang tidak tepat karena hanya dipindah dari sekolah satu ke sekolah yang lain dan tidak diikuti dengan pembinaan yang memadai,” ujarnya.

Muhadjir menyebut sudah ada Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 sebagai panduan menangani bully. Pemerintah juga akan bekerja sama dengan kepolisian untuk menangani bully di sekolah.

Seperti diketahui, saat ini kasus bullying yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia kian memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di Indonesia ada kasus bullying, meski hanya bullying verbal dan psikologis/mental.

Bullying yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penindasan atau risak, adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. (*/jnp)

Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi