Kewenangan Daerah Menetapkan HET LPG Subsidi dan Potensi Masalahnya

Oleh: Komaidi Notonegoro

Di antara regulasi tersebut, Permen ESDM No.26/2009 berpotensi menimbulkan celah permasalahan dalam tata niaga dan distribusi LPG bersubsidi. Regulasi tersebut menetapkan bahwa “dengan memperhatikan kondisi daerah, daya beli masyarakat, dan marjin yang wajar, serta sarana dan fasilitas penyediaan dan pendistribusian LPG, pemerintah daerah provinsi bersama pemerintah daerah kabupaten/kota menetapkan harga eceran tertinggi untuk pengguna LPG tertentu pada titik serah di sub penyalur LPG tertentu”.

Ketentuan tersebut menjadi penyebab temuan pemerintah yang menginformasikan terjadi ketimpangan harga eceran LPG subsidi antara daerah yang satu dan lainnya. Perbedaan harga LPG subsidi antardaerah tersebut pada dasarnya wajar karena merupakan konsekuensi logis dari ketentuan regulasi yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk menetapkan HET LPG subsidi di wilayahnya masing-masing.

Baca juga:  Pertamina Pastikan Pasokan LPG 3 Kg di Kalimantan Aman dan Sesuai HET

Jika ditinjau dari perspektif pengelolaan anggaran subsidi, kebijakan distribusi dan tata niaga LPG subsidi, kewenangan penetapan HET yang diberikan kepada daerah dapat berpotensi kontraproduktif. Terkait pengelolaan anggaran subsidi, misalnya, kewenangan penetapan kuota volume dan alokasi anggaran subsidi LPG menjadi domain pemerintah pusat: Rp 4.250 per Kg atau Rp 12.750 per tabung.

Dapat dikatakan bahwa HET LPG subsidi oleh masing-masing daerah tidak memiliki relevansi secara langsung dengan kebijakan pengelolaan subsidi LPG. Bahkan dapat dimungkinkan objective antara pemerintah pusat dan daerah dalam menetapkan HET LPG subsidi dapat berbeda. Tujuan pemerintah untuk melindungi daya beli masyarakat penerima manfaat subsidi, sementara tujuan daerah dapat terkait untuk meningkatkan penerimaan pajak dan non-pajak untuk APBD masing-masing.

Baca juga:  Jihad Demokrasi Jelang Pemilu 2024

Kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk dapat menetapkan HET juga berpotensi menimbulkan permasalahan dalam tata niaga dan distribusi LPG subsidi, terutama di wilayah perbatasan antardaerah. Pola distribusi LPG subsidi dengan mekanisme terbuka memungkinkan masyarakat di daerah tertentu membeli di daerah lainnya yang menetapkan HET lebih rendah.

Mencermati relatif banyaknya potensi permasalahan yang dapat timbul, kebijakan pemberian kewenangan penetapan HET LPG subsidi kepada daerah kiranya perlu ditinjau ulang. Kebijakan pengelolaan subsidi pada dasarnya merupakan domain pemerintah pusat.

Baca juga:  Bulan Sejuta Umat

Oleh karenanya, berbagai bentuk kebijakan turunannya sudah seharusnya dilakukan dan dikontrol pemerintah pusat. Termasuk jika diperlukan kebijakan diversifikasi harga jual LPG subsidi antardaerah seharusnya juga dilakukan oleh pemerintah pusat. (***)

(* Penulis: Komaidi Notonegoro Direktur Eksekutif ReforMiner Institute)

 


Disclaimer: Tulisan opini ini dikutip dan telah tayang di laman katadata

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi