Memahami Tindakan Kekerasan Siswa, Penyebab, dan Solusinya

Oleh: Juli Sugianingsih

MARAKNYA kasus kekerasan atau bullying akhir-akhir ini membutuhkan perhatian yang cukup besar terutama dari kalangan praktisi pendidikan. Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pelajar SMP di daerah Sukabumi hingga menewaskan seorang pelajar SD tidak seharusnya terjadi. Demikian juga kasus Mario Dandy, seorang pelajar anak dari pejabat Direktorat Jenderal Pajak menganiaya David hingga mengalami koma berhari-hari tak boleh terulang lagi. Fenomena ini menjadi sebuah tamparan bagi dunia pendidikan kita.

Pada dasarnya kekerasan adalah perilaku yang merugikan atau mengganggu seseorang secara fisik, emosional, atau sosial. Tindakan seperti ini dapat terjadi di berbagai lingkungan, seperti di sekolah, di tempat kerja, di rumah, di media sosial, dan lain sebagainya.

Beberapa bentuk kekerasan dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Kekerasan fisik adalah tindakan kekerasan yang menyebabkan luka atau cedera pada korban, seperti pukulan, tendangan, atau penganiayaan. Kekerasan verbal adalah tindakan kekerasan yang melibatkan kata-kata kasar, ejekan, atau ancaman.

Ada juga kekerasan emosional, yaitu tindakan kekerasan yang bertujuan untuk merendahkan harga diri korban, seperti mengisolasi dari lingkungan sosial atau melakukan intimidasi. Dan juga ada kekerasan seksual yang merupakan tindakan kekerasan yang melibatkan tindakan atau kata-kata yang merendahkan atau mengeksploitasi korban secara seksual.

Kekerasan dapat menimbulkan efek yang serius pada kesehatan mental dan fisik korban, seperti kecemasan, depresi, hilangnya rasa percaya diri, bahkan dapat menyebabkan trauma. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mengenali tindakan kekerasan dan melakukan tindakan yang tepat untuk mencegahnya.

Kekerasan bisa terjadi karena beberapa faktor penyebab di antaranya adalah pengaruh media sosial. Adanya pengaruh media sosial yang semakin besar dapat mempercepat penyebaran tindakan kekerasan secara luas dan meningkatkan keparahan dari tindakan tersebut.

Kurangnya pengawasan juga bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Kurangnya pengawasan oleh orang tua atau guru di rumah dan sekolah dapat memperburuk perilaku siswa dan meningkatkan tindakan kekerasan. Kemudian didukung kurangnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan yang berfokus pada nilai-nilai sosial dan moral.

Masalah sosial juga dapat menjadi pemicu kekerasan yang dilakukan oleh siswa. Hal itu mungkin bisa terjadi karena adanya tekanan sosial dari kelompok sebaya atau masyarakat dapat memicu perilaku kekerasan. Atau mungkin karena ketidakpastian dan ketidakamanan dalam kehidupan siswa, baik dari segi ekonomi, lingkungan, atau keluarga, di mana semuanya dapat dapat memperburuk perilaku siswa dan meningkatkan tindakan kekerasan.

Sementara itu masih banyak penanganan dan pengawasan oleh pihak sekolah yang tidak optimal. Kurangnya penanganan dan pengawasan oleh pihak sekolah terhadap tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah dapat memperparah situasi dan meningkatkan tindakan kekerasan tersebut.

Dengan melihat paparan realita yang jelas tergambar di atas sudah selayaknya kita para guru, orang tua, dan juga masyarakat perlu melakukan introspeksi dan evaluasi diri. Sudahkah kita memberikan pendidikan yang benar, ruang gerak yang proporsional, dan juga kasih sayang kepada anak-anak kita.

Persoalan ini akan terjawab bila kita semua menyadari peran dan tanggung jawab masing-masing. Tiga pilar pendidikan inilah yang memiliki andil besar dalam menyelesaikan kasus kekerasan yang sedang marak. Pendekatan holistik atau menyeluruh adalah solusi yang tepat .

Pendekatan yang holistik dan terintegrasi yang dimaksud adalah melibatkan semua stakeholder, termasuk siswa, guru, orang tua, dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah ini. Berikut beberapa pendekatan yang dapat dilakukan sebagai bentuk antisipasi pencegahan terjadinya tindak kekerasan:

Membangun budaya sekolah yang aman

Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua siswa, tanpa tekanan atau ancaman dari tindakan kekerasan atau bullying. Sekolah harus memperkuat nilai-nilai seperti penghormatan, toleransi, dan empati. Melalui gerakan sekolah ramah anak, merupakan wujud jaminan sekolah mewujudkan lingkungan belajar yang kondusif bebas tekanan.

Pendidikan karakter

Sekolah harus mendorong perkembangan karakter positif pada siswa, seperti kejujuran, integritas, tanggung jawab, dan empati. Pendidikan karakter harus menjadi bagian dari kurikulum yang diajarkan di kelas dan juga dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi