Palangka Raya, kantamedia.com – Ratusan mahasiswa dan organisasi kepemudaan (OKP) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh DPR RI, yang dinilai mengancam demokrasi dan supremasi sipil.
Peserta aksi yang terdiri dari anggota OKP Cipayung dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Palangka Raya, tiba di lokasi pada pukul 14.00 WIB.
Massa sempat berupaya masuk ke halaman gedung DPRD secara paksa sebelum akhirnya diperbolehkan masuk pada pukul 15.35 WIB setelah melakukan orasi dan negosiasi dengan pihak keamanan.
Mereka kemudian menyampaikan tuntutan kepada perwakilan DPRD Kalteng, di antaranya Wakil Ketua II DPRD H. Jimmy Carter, serta anggota DPRD Bambang Irawan, Hero Harapanno Mandouw, Maria Sabran, dan Kabid Persidangan DPRD, Diwung, S.H.
Dalam aksi itu, massa menyampaikan beberapa poin tuntutan, di antaranya mendesak DPR RI untuk mencabut UU TNI yang dianggap memperluas peran TNI di ranah sipil tanpa transparansi, menolak dwifungsi ABRI dan menuntut agar TNI kembali ke barak.
Kemudian memastikan seluruh personel TNI yang melanggar hukum diadili di peradilan umum tanpa kekebalan hukum. Menuntut keterbukaan informasi dan peningkatan partisipasi publik dalam kebijakan negara.
Menolak segala bentuk militerisme dalam pemerintahan yang berpotensi merusak demokrasi.
Massa juga mendesak DPR RI segera mengesahkan RUU Perampasan Aset, serta menolak revisi UU POLRI No. 2 Tahun 2002 dan revisi UU KUHAP.
Selain itu, meminta DPRD Kalteng memastikan kebijakan yang dihasilkan tidak membuka peluang bagi militer untuk masuk ke ranah sipil.
Koordinator lapangan aksi, Doni Miseri, menekankan bahwa gerakan masyarakat sipil harus tetap kuat karena minimnya keterlibatan publik dalam pengambilan keputusan di DPR dan DPRD. Ia juga menyoroti keterlibatan militer dalam jabatan sipil sebagai ancaman terhadap supremasi sipil.
Ketua GMNI Kota Palangka Raya, Pebriyanto, menyoroti proses pengesahan UU TNI yang dilakukan secara tertutup. Sementara itu, Presiden Mahasiswa UPR, David Benedictus, menegaskan bahwa DPRD harus menyuarakan aspirasi mahasiswa ke tingkat pusat.
Salah satu perwakilan mahasiswa, Novia Tika Simamora dari GMNI FH UPR, menyoroti dampak negatif UU TNI terhadap hak perempuan dan kelompok rentan, sementara Nayla Naza dari Aksi Kamisan menilai bahwa revisi UU TNI justru melegalkan praktik yang selama ini telah berjalan di pemerintahan.
Juru bicara aksi, Dimas Ari Y, menambahkan bahwa supremasi sipil adalah kunci utama dalam menjaga demokrasi agar tidak tergerus oleh militerisme.
Menanggapi aspirasi mahasiswa, Anggota DPRD Kalteng, Bambang Irawan, menyatakan bahwa pihaknya akan meneruskan tuntutan ini ke DPR RI. Wakil Ketua II DPRD Kalteng, H. Jimmy Carter, menegaskan bahwa DPRD hanya berwenang menyalurkan aspirasi, bukan mengambil keputusan terkait UU TNI.
Aksi yang berlangsung selama lebih dari lima jam ini berakhir pada pukul 18.00 WIB dengan mahasiswa membubarkan diri secara tertib. Mereka berjanji untuk terus mengawal isu ini dan mengancam akan melakukan aksi lanjutan jika tidak ada tanggapan konkret dari pemerintah.
Dengan semakin meningkatnya penolakan terhadap UU TNI, mahasiswa dan OKP berkomitmen untuk tetap memperjuangkan demokrasi dan memastikan supremasi sipil tetap terjaga. (rik/daw)