Palangka Raya, kantamedia.com – Mahmud, seorang oknum polisi di Polda Kalimantan Tengah, yang menjadi terdakwa pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur, hanya divonis dua bulan penjara plus denda Rp5 juta subsider satu bulan kurungan, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya.
Putusan ini sangat jauh berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut oknum perwira menengah berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) dengan hukuman tujuh tahun penjara plus denda Rp6,8 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan.
“Terdakwa divonis dua bulan penjara, denda lima juta rupiah, dan jika tak dibayar diganti biaya kurungan satu bulan,” kata Humas PN Palangka Raya Hotma E Parlindungan, menjelaskan putusan sidang digelar tertutup, Kamis (10/8/2023).
Majelis hakim menyatakan terdakwa AKP Mahmud terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 6 huruf a junto Pasal 15 ayat (1) huruf e dan g Undang-undang Nomor 12/2002 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sesuai dakwaan alternatif kedua jaksa penuntut umum.
Terhadap putusan itu, sebut Hotma, baik terdakwa melalui penasihat hukumnya maupun Jaksa Penuntut Umum sama-sama menyatakan sikap pikir-pikir.
Lebih lanjut Hotma mengklaim bahwa putusan tersebut merupakan putusan yang bulat hasil musyawarah majelis hakim yang bertugas.
Hotma mengatakan, Majelis Hakim yang diketuai Erni Kusumawati didampingi Hotma Edison Parlindungan Sipahutar dan Syamsuni sebagai Hakim Anggota, mengambil putusan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, mulai dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, dan bukti surat yang ada dalam berkas perkara.
“Kami telah mempertimbangkan seluruhnya. Yang pasti kami tak ada kepentingan dalam perkara tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, JPU dari Kejati Kalteng, Dwinanto Agung Wibowo menegaskan atas putusan majelis hakim itu pihaknya akan melakukan banding.
“Memori banding sudah disiapkan. Secepatnya akan diajukan,” kata Dwinanto.
Dwinanto mengaku JPU sangat kecewa atas putusan itu. Menurut dia, ada fakta yang dikesampingkan oleh hakim.
Dia pun menyebut pasal yang dinyatakan terbukti oleh majelis hakim, berbeda dengan apa yang dinyatakan jaksa.
Pihaknya membuktikan terdakwa terbukti melanggar pasal 82 ayat (1) jo ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Sedangkan hakim menyebut terdakwa terbukti melanggar pasal 6 huruf a jo Pasal 15 ayat (1) huruf e dan g UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang kekerasan seksual.
Lebih lanjut Dwinanto menambahkan, kedua korban masih mengalami trauma dengan peristiwa yang menimpanya medio Oktober 2022 lalu.
AKP Mahmud didakwa melakukan pelecehan seksual dengan cara menyentuh secara sengaja area sensitif dua orang siswi yang masih di bawah umur. Ia didakwa melakukan tindak pidana memaksa, atau melakukan tipu muslihat terhadap anak, untuk melakukan dilakukan perbuatan cabul, dengan jumlah korban lebih dari satu orang.
Putusan terhadap AKP Mahmud ini pun mendapat sorotan publik. Selain selama sidang, terdakwa AKP Mahmud pun tidak ditahan karena mendapat penangguhan. Kasus hukum menjerat oknum polisi yang bertugas di Biro SDM Polda Kalteng tersebut bukanlah yang pertama kali.
Pada April 2019 silam, AKP Mahmud juga tersandung kasus hukum akibat kecelakaan lalulintas yang menewaskan tiga orang mahasiswa di Jalan Yos Sudarso Palangka Raya. Saat itu, AKP Mahmud masih bertugas sebagai Kabag Ops Polrestas Palangka Raya.
Dalam kasus itu, Majelis Hakim hanya AKP Mahmud dengan vonis penjara kurungan 4 (empat) bulan subsider denda Rp1 juta.
Vonis itupun menimbulkan rasa ketidakpuasan masyarakat, khususnya dari para keluarga dan kerabat korban. (*/jnp)