Kantamedia.com, Palangka Raya – Terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat dan istrinya Ary Egahni kembali menjalani sidang lanjutan kasus korupsi yang menjeratnya. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa, (19/09/2023).
Sidang lanjutan dipimpin Ketua Hakim Achmad Peten Silli, didampingi Muji Kartika Rahayu, Kusmat Tirta Sasmita, Darjono Abadi, serta Erhammudin sebagai Hakim Anggota.
Dalam sidang yang berlangsung di Tipikor Palangka Raya itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, menghadirkan 4 orang saksi. Salah satunya Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kapuas Septedy yang menjadi satu saksi dihadirkan dalam persidangan tersebut.
Septedy yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman, di Kabupaten Kapuas.
Selain saksi Septedy, Afendi yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas, dan Ajudan terdakwa Ary Egahni, Debby Marcelya Hutapea juga diperiksa sebagai saksi.
Pada persidangan kali ini Terdakwa Ben Brahim dan Ary Egahni didampingi oleh tim Penasihat hukumnya, Regginaldo Sultan dan Topan sebagai pemilik rental mobil.
Pada persidangan itu Septedy menjelaskan, dirinya pernah diminta terdakwa II yakni Ary Egahni untuk mengingatkan perusahaan swasta di Kabupaten Kapuas, yang belum menyerahkan setoran untuk terdakwa Ben Brahim yang saat itu menjabat sebagai Bupati Kapuas.
“Kalau tidak salah (jumlah setoran. red) Rp75 juta dan Rp40 juta,” kata Septedy ketika JPU KPK menanyakan terkait besaran jumlah setoran uang yang diberikan oleh dua perusahaan swasta di Kabupaten Kapuas.
Saksi Septedy juga mengaku tidak mengetahui, apakah uang setoran dari perusahaan swasta tersebut digunakan untuk pembayaran tiket perjalanan yang dipesan melalui PT Dimendra Raya Travel.
Selain itu, Septedy juga menerangkan permintaan Bupati Kapuas kala itu, terkait pembayaran hotel saat pernikahan anak dari kedua terdakwa.
“Saya juga pernah diminta untuk membeli baju adat dengan harga Rp 2,5 juta sehingga harus membayarkan uang Rp 5 juta untuk 2 pasang,” terang Septedy.
Pada saat sidang tersebut, Majelis hakim memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa untuk memberikan tanggapan terkait kesakitan saksi Septedy.
Keduanya membantah bahwa keterangan yang diberikan saksi Septedy tersebut. “Saya membantah yang mulia, karena apa yang dikatakan saksi dalam persidangan tidak benar,” kata Ben Brahim sebagai terdakwa satu saat memberikan sanggahannya dihadapan majelis hakim. (Mhu*)