Kantamedia.com – Kotak kosong di pilkada merupakan istilah untuk menyebut calon tunggal yang tidak memiliki lawan dalam sebuah penyelenggaraan pemilihan. Artinya, kotak kosong dalam pemilu atau pilkada bukan berarti suara kosong, melainkan adanya calon tunggal tanpa pesaing.
Pada surat suara, posisi lawan calon tunggal diwakili oleh kotak kosong. Meski calon tunggal, mereka tidak otomatis menjadi kepala daerah tanpa pemilihan. Sistem pilkada mengharuskan pemilu antara calon tunggal melawan kotak kosong.
Dalam beberapa Pilkada di Indonesia, kotak kosong telah memenangkan pemilihan melawan pasangan calon tunggal. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang aturan jika kotak kosong benar-benar memenangkan pemilihan.
Lantas, bagaimana jika kotak kosong menang dalam pilkada?
Peraturan Tentang Kotak Kosong di Pilkada
Pemilu atau pilkada bisa diadakan dengan hanya satu pasangan calon (paslon) yang melawan kotak kosong, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No 1 Tahun 2015 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 54D ayat (1) dijelaskan bahwa: “Pasangan calon tunggal harus memperoleh lebih dari 50% suara sah”.
Sedangkan di ayat (2) diterangkan: “Jika tidak memperoleh suara lebih dari 50% dari suara sah, maka pasangan calon tunggal tersebut boleh mencalonkan lagi pada pilkada berikutnya.”
Hal ini juga diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2018, dalam Pasal 25 ayat 1 tertulis jika perolehan suara pada kolom kosong lebih banyak dari pasangan calon tunggal, KPU akan menetapkan penyelenggaraan pilkada kembali pada pilkada serentak periode berikutnya.
Lalu, siapa yang akan memimpin jika belum ada calon yang terpilih? Dalam UU Pilkada dijelaskan bahwa jika belum ada pasangan calon terpilih pemerintah akan menugaskan pejabat kepala daerah untuk menjalankan pemerintahan, seperti penjabat gubernur, bupati atau wali kota.
Penyebab Terjadinya Kotak Kosong di Pilkada
Kotak kosong di pilkada dapat terjadi karena berbagai faktor. Salah satu penyebab utamanya adalah calon yang tidak memenuhi syarat atau tidak terdaftar sebagai peserta pemilihan.
Hal ini dapat disebabkan oleh masalah administratif atau teknis selama proses pendaftaran calon. Bisa juga dikarenakan semua partai politik mengusung pasangan calon yang sama.
Jika ada pasangan calon yang tidak mendapatkan dukungan dari partai politik, sebenarnya masih bisa menempuh jalur independen. Namun, jalur independen memiliki tantangan berat dalam memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh penyelenggara pemilihan. Namun, jalur independen memiliki tantangan berat karena harus memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh penyelenggara pemilihan.
Misalnya, mereka harus mengumpulkan dukungan tanda tangan dari jumlah pemilih yang signifikan. Ini yang sering kali menjadi halangan utama bagi calon independen untuk ikut serta dalam pilkada.
Selain itu, faktor politik juga berperan penting dalam kotak kosong. Kadang-kadang, calon dari partai politik atau kelompok tertentu mungkin ditarik dari bursa pencalonan karena alasan strategi politik atau kesepakatan internal. Ketika calon tidak ada, kotak kosong menjadi pilihan bagi pemilih yang merasa tidak ada kandidat yang layak.
Masalah lainnya, seperti ketidakpuasan masyarakat terhadap kandidat yang tersedia. Dalam beberapa kasus, pemilih merasa semua calon yang ada tidak memenuhi harapan atau kriteria mereka. Akibatnya, mereka memilih kotak kosong sebagai bentuk protes atau ketidaksetujuan terhadap pilihan yang ada.
Kurangnya sosialisasi dan informasi mengenai calon juga dapat menjadi penyebab kotak kosong. Jika calon-calon tersebut tidak dikenal luas atau tidak mendapatkan dukungan yang memadai dalam kampanye, pemilih mungkin tidak merasa terinformasi dengan baik dan memilih kotak kosong sebagai pilihan.
Terakhir, faktor teknis dan logistik dalam pelaksanaan pilkada juga bisa memengaruhi terjadinya fenomena kotak kosong. Masalah seperti keterlambatan distribusi formulir pemilihan atau kesalahan dalam proses penghitungan suara dapat menyebabkan ketidakpastian dan munculnya kotak kosong sebagai konsekuensinya.
Contoh Kasus Kotak Kosong Menang Pilkada
Salah satu contoh kasus kotak kosong memenangkan pilkada yaitu di Kota Makassar pada Pilkada 2018. Berdasarkan hasil rekapitulasi suara, kotak kosong memperoleh 300.969 suara, sementara pasangan calon tunggal Appi-Cicu mendapat 264.071 suara.
Kemenangan kotak kosong ini sempat memicu polemik antara pendukung kotak kosong dan pasangan calon tunggal. Namun, sesuai dengan aturan, Pilkada Makassar akan diulang pada pilkada serentak berikutnya karena kotak kosong unggul dari pasangan calon. (*/jnp)