Kantamedia.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menerima2.264 laporan terkait pelanggaran Pemilu 2024. Sebanyak 531 laporan yang diterima yakni terkait dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu.
Laporan tersebut merupakan penanganan pelanggaran Pemilu 2024 yang dikelola oleh Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi (Divisi PP DATIN) Bawaslu RI Per 6 Maret 2024.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menjelaskan bahwa pihaknya menerima sebanyak 2.264 laporan atau temuan terkait dugaan pelanggaran Pemilu 2024 yang terdiri dari 1.562 laporan masyarakat dan 702 temuan pengawas Pemilu.
Dari angka itu, 1.193 laporan atau temuan atau 52,69 persen telah diregistrasi. Hal itu terdiri dari 580 laporan masyarakat atau 37,13 persen dan 613 temuan pengawas Pemilu atau 87,32 persen.
Lebih lanjut, Lolly menyebut terdapat 531 laporan atau temuan (44,51 persen) merupakan pelanggaran pemilu, 386 atau 32,36 persen merupakan bukan pelanggaran pemilu, dan 279 atau 23,39 persen merupakan laporan atau temuan yang masih dalam status proses penanganan.
“Dilihat dari Jenis Pelanggaran Pemilu, 71 laporan/temuan merupakan pelanggaran administrasi pemilu, 266 laporan/temuan merupakan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, 63 laporan/temuan merupakan pelanggaran pidana pemilu, sedangkan selebihnya sebanyak 131 laporan/temuan merupakan pelanggaran hukum lainnya,” kata Lolly dalam keterangannya, Senin (8/4/2024).
Adapun tren pelanggaran administrasi pemilu ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan rekrutmen penyelenggara ad hoc yang tidak sesuai prosedur, kampanye di luar masa kampanye, dan KPU melakukan verifikasi administrasi perbaikan tidak sesuai ketentuan.
Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu biasanya menyangkut pelanggaran kode etik yang dilakukan Panwaslu Kecamatan, KPU tidak profesional dalam perekrutan PPK/PPS KPPS, dan PPK tidak netral atau menunjukkan keberpihakan kepada peserta pemilu.
Untuk Pelanggaran Pidana Pemilu, umumnya didominasi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 521 UU 7/2017 (17 perkara), Pasal 523 ayat (1) UU 7/2017 (9 perkara), Pasal 520 UU 7/2017 (8 perkara), Pasal 490 UU 7/2017 (7 perkara), dan diikuti pelanggaran terhadap Pasal 523 (6 perkara), Pasal 491 (5 perkara), Pasal 494 (5 perkara), Pasal 493 (4 perkara), Pasal 492 (3 perkara), dan Pasal 546 (1 perkara).
“Pelanggaran hukum lainnya, umumnya merupakan pelanggaran netralitas ASN, Kepala Desa, Kepala Daerah, dan Perangkat Desa,” ucap Lolly. (*/jnp)