Kantamedia.com – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 sebentar lagi akan dilaksanakan. Salah satu cara untuk memenangkan pemilihan suara adalah rekomendasi dari tokoh ternama. Salah satu tokohnya adalah aparatur sipil negara (ASN).
Pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi setiap ASN untuk menyukai, membagikan, dan mengikuti akun atau segala hal yang berhubungan dengan pasangan calon pada pilkada tahun ini.
Lantas, bagaimana jika ASN ketahuan melanggar aturan tersebut dan memihak pada salah satu calon? Berikut ini informasinya.
Landasan Aturan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada Pasal 2 disebutkan dalam menyelenggarakan kebijakan dan manajemen ASN harus berlandaskan pada 13 poin, yang salah satunya adalah netralitas.
Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada Pasal 93 menjelaskan, tugas Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang salah satunya adalah menjaga netralitas ASN, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan kepolisian.
Sanksi Jika Melanggar
Jika seorang ASN terbukti tidak netral, maka presiden bisa menggunakan hak prerogatifnya. Presiden dapat memberikan sanksi pernyataan secara tertutup atau secara terbuka, bahkan memecatnya dari jabatan karena telah melanggar kode etik.
Tidak hanya itu, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah pada Pasal 70 dan 71 mengatur tentang sanksi yang diberikan.
Dalam Pasal 70 ayat (1), pasangan calon tidak boleh melibatkan ASN, anggota TNI, dan anggota Polri dalam berkampanye. Jika melanggar akan dikenakan sanksi pidana maksimal 6 bulan penjara, dan denda paling banyak Rp 6 juta.
Dalam Pasal 71 ayat (1), selama masa kampanye, pejabat negara, pejabat ASN, dan kepala desa atau lurah tidak boleh melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon. Jika terbukti melanggar dikenakan sanksi pidana maksimal 6 bulan penjara, dan denda paling banyak Rp 6 juta.
Alasan Diberlakukan Aturan Tersebut
Alasan aturan tersebut dibuat untuk menjaga kinerja ASN yang netral dan profesional. Tidak hanya itu, peraturan ini dibuat juga untuk menciptakan pilkada yang bersih dari kecurangan dan berkualitas. (*)