Pada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden. UUD 1945 dinyatakan sebagai Dasar Negara. Konstituante dan DPR hasil Pemilu dibubarkan diganti dengan DPR-GR. Kabinet diganti dengan Kabinet Gotong Royong.
Ketua DPR, MPR, BPK dan MA diangkat sebagai pembantu Soekarno dengan jabatan menteri. Puncak kerapuhan politik Indonesia terjadi ketika MPRS menolak Pidato Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara pada Sidang Umum Ke-IV tanggal 22 Juni 1966.
Pemilu 1971
Pasca pemerintahan Presiden Soekarno, MPRS menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967 dan tanggal 27 Maret 1968 Soeharto ditetapkan menjadi Presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968).
Seharusnya Pemilu kedua dilangsungkan pada tahun 1958, namun karena alasan kemanan baru bisa diselenggarakan di tahun 1971.
Selama 32 tahun Presiden Soeharto memimpin bangsa Indonesia, telah terjadi enam kali penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II. Pada era ini Presiden dipilih oleh MPR.
Hingga akhirnya Pemilu kedua berlangsung di tahun 1971. Di tahun itu, Orde Baru mulai meredam persaingan politik dan mengubur pluralisme politik, serta diikuti 10 partai politik dan 1 ormas yakni Nahdlatul Ulama (NU).
Hasil Pemilu 1971 menempatkan Golkar sebagai mayoritas tunggal dengan perolehan suara 62,82%, diikuti NU (18,68%), PNI (6,93%) dan Parmusi (5,36%).
Pemilu tersebut kemudian diikuti oleh Sidang Umum MPR di bulan Maret tahun 1973 yang melantik Soeharto sebagai Presiden, serta Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi Wakil Presiden.
Pemilu 1977
Pemilu ketiga di Indonesia berlangsung pada tahun 1977 dilaksanakan di masa Orde Baru untuk memilih secara periodik alias tiap lima tahunan. Pemilu ini dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Kontestan Pemilu dari semula 10 Partai Politik menjadi 3 Partai Politik melalui Fusi 1973. NU, Parmusi, Perti dan PSII menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI dan Partai Murba menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Formasi kepartaian ini (PPP, Golkar dan PDI) terus dipertahankan hingga Pemilu 1997. Golkar sebagai mayoritas tunggal terus berlanjut pada Pemilu 1982, 1987, 1992 dan 1997. Golkar menjadi Partai pemenang. PPP dan PDI menempati peringkat 2 dan 3.
Lagi-lagi, Pemilu ini kemudian diikuti oleh Sidang Umum MPR yang melantik kembali Soeharto yang didampingi H. Adam Malik Batubara menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Pemilu 1982, 1989, 1992 dan 1997
Pemilu yang sudah secara periodik dilangsungkan setiap lima tahun sekali pun terus dilakukan. Pemilu dilakukan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sementara Presiden dan Wakil Presiden ditentukan dari hasil Sidang Umum MPR.
Peserta Pemilu 1982, 1989, 1992 dan 1997 masih sama yaitu Golkar, PPP dan PDIP. Golkar kembali menjadi pemenang, PPP dan PDI menempati posisi ke-2 dan 3.
Dalam Sidang Umum MPR, Soeharto juga kembali terpilih menjadi Presiden dan membuatnya terus menjabat selama 32 tahun.
Namun di tahun 1998 Soeharto digantikan oleh BJ. Habibie sampai diselenggarakan Pemilu berikutnya (Sidang Istimewa MPR RI, 23 Juli 2001, melalui Ketetapan MPR RI No. II/MPR/2001).