SEORANG pria yang kini berdiri di depan supermarket sambil membawa payung. Pria itu menunggu kehadiran kekasihnya yang tak kunjung keluar dari supermarket. Ditatapnya hujan dengan lamat oleh pria itu. Dimanakah kamu?, tanyanya dalam hati. Matanya sayu, ekspresi wajahnya datar, dan bibirnya yang terus mengatup rapat.
“Irham” terdengar suara seorang wanita memanggil namanya. Irham nama pria itu. Pria itu menoleh ke asal suara. Irham menyunggingkan senyum, lalu mendekati wanita itu. Wanita yang memanggilnya tadi adalah kekasihnya.
“Berhenti disana” pinta wanita itu. Irham pun berhenti melangkah sejenak.
“Ada apa?” tanya Irham penasaran. “Sebentar lagi aku akan menikah” balasnya. Menikah? Jantungnya merasa seperti ditusuk pisau saat mendengar ucapan Ella. Jadi, Yoga sudah siap menikah dengan Ella? Baguslah. Itu artinya peran Irham sudah selesai disini.
“Lalu?” tanya Irham lagi.
“Aku akan menikah, tetapi aku tak mau berpisah denganmu” katanya. Seketika suasana menjadi hening. Kita sibuk dengan pikiran masing-masing. Apa-apaan itu? Dia sudah gila. Bagaimana mungkin seperti itu? itu sama saja dia mengkhianati perasaan Yoga, keluh Irham dalam hati.
“Jangan tinggalkan aku dan aku akan menjadikanmu yang kedua di hatiku. Bagaimana?” celetuk wanita itu tiba-tiba.
—
Ella hari ini mendapat telepon dari Yoga. Yoga adalah kekasihnya yang lain. Yoga mengatakan di telepon bahwa dia siap menikahi Ella. Ella terkejut bukan main. Terkejut karena senang. Namun disisi lain Ella gelisah. Bagaimana dengan pria itu? Ella mencintai pria itu. Tetapi Ella juga mencintai Yoga. Usai pulang supermarket, Ella mengatakan padanya bahwa dia enggan melepaskan pria itu. Ella ingin pria itu berada di sampingnya.
Ella tahu jika yang dilakukannya tidak benar. Hanya saja Ella ingin menuruti kata hatinya. Hatinya berkata untuk tidak melepaskan keduanya. Ella membutuhkan Yoga dan pria itu dalam hidupnya. Satu kata untuk Ella, egois. Ah atau mungkin serakah karena menginginkan keduanya? Entahlah Ella bingung dengan perasaannya sendiri.
Setelah Ella menanyakan pada pria itu, katanya butuh waktu untuk berpikir. Sepertinya lebih tepat jika disebut sebagai penawaran. Kini Ella berbaring di kasur. Ella lelah seharian ini. Ditambah lagi dengan adanya kabar baik dan buruk yang datang bersamaan. Ella membuka ponselnya untuk menelepon Yoga. Sekaligus mengirim pesan pada pria itu bahwa Ella sudah sampai rumah dengan selamat.
Ella: aku sudah sampai rumah, maaf aku menolak diantar olehmu.
Lalu menekan tombol kirim. Terlihat centang abu-abu disana. Terakhir dilihat pukul sembilan pagi tadi. Pria itu benar-benar menghargai waktu quality time dengannya hingga tak membuka ponselnya sama sekali. Serta mau meluangkan waktunya untuk Ella. Itulah yang membuat Ella tidak bisa melepaskan pria itu.
Berbeda dengan Yoga yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, namun Yoga setia pada Ella. Yoga tidak melirik wanita mana pun meski sibuk dengan pekerjaan. Hal itu juga yang membuat Ella bisa melepaskan Yoga. Ella tahu ini egois, tetapi Ella saat ini tidak bisa memilih siapa yang pantas dipertahankan. Seolah keduanya pantas dipertahankan, dimiliki, serta dicintai oleh Ella.
Kali ini Ella beralih ke Yoga. Yoga mengatakan untuk selalu menelepon tiap malam karena Yoga sibuk pada pagi, siang maupun sore. Yoga takkan sempat mengirim pesan ataupun menelepon Ella jika memang ada sesuatu yang penting. Dengan yakin Ella menekan tombol telepon. Terdengar nada berdering. Beberapa menit kemudian Yoga mengangkat telepon.
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.