“Halo sayang, sorry aku baru bangun tidur” sapa Yoga terlebih dahulu. Terdengar suara Yoga sedang menguap setelah menyapa Ella.
“Capek banget ya?” tanya Ella dengan nada lembut. Yoga menjawab iya.
“Ada cerita banyak hari ini, sayang” keluh Yoga. Dan Yoga pun mulai menceritakan kesehariannya dari pagi hingga malam. Begitu pun Ella.
Sudah seminggu Irham tak menghubungi Ella. Bahkan pesan yang dikirim Ella pun tak kunjung dibaca maupun dijawab olehnya. Irham meminta waktu untuk berpikir. Ada dua opsi jawaban yang terpikirkan olehnya. Pertama, menerima meski harus jadi yang kedua. Tetapi harus siap dianggap sebagai selingkuhan Ella, tempat pelampiasan, pelarian atau apapun itu. Kedua, menolak dan mengikhlaskan Ella menikah dengan Yoga. Yoga, kekasih pertama Ella.
Mungkin bagi Ella, Yoga adalah kekasih yang lain. Tapi bagi Irham adalah kekasih pertama Ella. Sementara Irham adalah kekasih kedua. Irham sendiri tak tahu Ella menganggapku kekasih atau bukan. Ia bahkan tak peduli Ella menganggapnya apa. Ia bingung jawaban mana yang akan dipilih. Irham sangat mencintai Ella. Rumit. Padahal sebenarnya mudah. Tinggal menyudahi hubungan dengannya saja lalu Ella memilih menikah dengan Yoga. Tak perlu memikirkan bagaimana perasaannya.
—
Sudah lewat satu bulan. Ternyata Irham butuh waktu yang lama untuk berpikir. Selama sebulan itu juga tetap tak menghubungi Ella. Namun selama sebulan, ia menemukan jawaban. Irham menyalakan ponsel dan segera mengirim pesan pada Ella. Kini Irham benar-benar yakin dengan jawabannya.
Irham : maaf baru membalasnya sekarang.
Ella : it’s okay,
apa jawabannya?
Ella sedang memegang ponsel sepertinya. Terlihat sangat cepat membalas pesan dari Irham. Irham pun membalas.
Irham : aku menolak jadi yang kedua and happy wedding, Ella.
Setelah itu mematikan ponselnya. Air matanya sudah tak tertahan lagi. Akhirnya ia menangis sejadi-jadinya. Bukan hal yang mudah mengambil keputusan seperti itu. Tetapi Irham harus sadar bahwa posisinya hanya menjadi yang kedua. Bukan satu-satunya.
—
Beberapa hari kemudian Ella datang ke rumah Irham untuk memberikan undangan pernikahannya bersama Yoga. Irham menerima undangan tersebut meski hatinya terasa perih. Irham harus menerima kenyataan bahwa Ella bukanlah miliknya, tapi milik Yoga. Ia yakin suatu hari nanti posisi Ella di hatinya akan tergantikan oleh wanita lain. Wanita yang lebih baik dari Ella.
Menerima kenyataan lebih baik daripada terus bertahan menjadi yang kedua. Jika itu terjadi pada Irham, mungkin Irham tak sanggup melihat Ella mencintai lelaki lain. Membayangkan saja sudah seram apalagi jika menjadi kenyataan.
Lalu keesokan harinya, Irham memutuskan untuk datang ke acara pernikahan Ella dan Yoga. Irham berusaha menampilkan senyum yang lebar di depan semua orang. Meskipun kini hatinya bagai tersayat pisau.
Sesuai perjanjian yang telah disepakati oleh Irham dan Ella untuk berpura-pura tidak saling kenal. Irham menganggap dirinya sebagai rekan sekantor yang baru bertemu dengan Ella. Sakit. Benar-benar sakit.
Usai menghadiri acara pernikahan mereka, Irham cepat-cepat pulang. Irham ingin merebahkan seluruh tubuh dan isi pikirannya. Lalu menangis sekencang-kencangnya. Tak peduli jika tetangganya merasa berisik dengan suara Irham.
—
Sepuluh tahun telah berlalu. Irham mendengar bahwa pernikahan Ella dan Yoga sangatlah bahagia. Sementara Irham masih menangisi kejadian yang telah berlalu. Begitu banyak yang ingin mendekati Irham, tetapi Irham menolak mereka. Bahkan Irham memutuskan untuk tidak menikah. Karena Irham masih trauma. (***)
Disclaimer: Cerpen karya Purwati ini telah tayang dan dilansir dari laman Cerpenmu
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.