SETIAP kali Ikal bertanya siapa dan di mana bapaknya, sang ibu tak pernah menjawab. Tapi pernah sekali waktu –saat usianya sepuluh tahun– ibunya memperingatkan agar Ikal tak bertanya banyak tentang bapaknya lagi. Alasannya tak pernah dijelaskan.
Ikal kesal ketika teman-temannya suka pamer tentang kehebatan bapak mereka. Sebab dia hanya bisa berimajinasi rupa bapaknya seperti apa tiap kali sebelum tidur. Sampai larut dan terlelap bersama air mata yang membasahi bantalnya.
Tetapi malam itu, napasnya tersengal-sengal setelah bangun dari mimpi mengejutkan. Seorang kakek tua mendatanginya dan berkata, jika dia bisa melihat masa lalu dari seberapa lama dia mengedipkan matanya. Sebuah pesan yang seharusnya tak dipikirkan berlarut-larut hingga azan subuh berkumandang.
Keesokan harinya ketika pulang sekolah, Ikal tak sengaja memandang salah satu pedagang bakso di seberang sekolahnya cukup lama. Perutnya lapar saat melihat pengunjung yang duduk tengah melahap setiap makanan bulat itu. Hingga matanya perih terkena debu jalanan. Pandangannya seketika kabur.
Lalu kondisi pun berganti menjadi pedagang bakso dengan gerobak dorongnya. Tempat kakinya berpijak masih sama, tapi perawakan pedagang bakso berubah menjadi lebih kurus. Suasananya bahkan berubah menjadi lebih gelap seperti awan mendung menetap di atas kepalanya. Terkejut, dia pun menggelengkan kepala dan mengusap kedua matanya dengan kasar.
Semuanya kembali normal. Pedagang yang dilihat lebih gemuk, dan bahkan pedagang itu sudah mampu menyewa tempat yang cukup lega di seberang sekolah. Ikal teringat pesan kakek tua di dalam mimpinya dan segera beranjak pergi. Berjalan kaki sambil merenungkan kejadian yang baru dialaminya. Meyakinkan diri jika itu hanya halusinasinya karena perut yang keroncongan.
Di perempatan jalan besar, dia melihat pedagang yang tengah menjajakan koran dan majalah. Dia beristirahat sebentar di bangku panjang sambil membeli minuman es teh. Dia berniat menguji keabsahan pesan kakek tua di mimpinya. Memandang ke arah pedagang koran dengan setelan jeans kumuh dan kaus coklat lengan panjang.
Lima detik … sepuluh detik … lima belas detik … dan matanya berkedip.
Pandangannya kembali kabur. Tergantikan suasana jalanan kota yang tampak semrawut. Ruko yang sebelumnya dijadikan tempat berjualan koran dan majalah berubah menjadi tempat cukur rambut. Sementara pedagang itu berdiri di lampu merah. Tangannya penuh dengan setumpuk koran. Menawarkan kepada setiap orang yang berlalu lalang. Termasuk mobil yang tengah berhenti karena tersendat lampu merah.
Namun, saat sibuk memperhatikan pedagang koran, suara teriakan wanita dari dalam mobil terdengar. Semua atensi teralihkan pada mobil yang melaju dari arah belakang dan menabrak pedagang koran yang menjajakan dagangannya. Kecelakan terjadi dan suasana riuh seketika. Sang pengemudi mulai dikerubungi masa, meminta pertanggungjawaban. Pengemudi itu mengaku jika remnya mengalami kerusakan. Beruntung dia mau bertanggungjawab atas kondisi parah yang dialami pedagang koran.
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.