KETIKA mendengar kata preman, alam bawah sadar kita akan menggambarkan sosok yang sangat menakutkan dan menyeramkan. Badan yang besar dan kekar, wajah yang seram tanpa senyuman, dan goresan tinta ditubuhnya yang menjadi identitas utama bagi seorang preman sejati. Tapi semua itu tidak tergambarkan pada diri seorang preman kampung yang bernama Yoga.
Sejak kecil, Yoga tinggal bersama kakeknya di Kp. Kembang tanpa didampingi kedua orang tuanya, sebab pada saat Yoga berumur 4 tahun kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan. Yoga tinggal bersama kakeknya disebuah gubuk yang tidak layak huni, maklum saja keluarga Yoga tidak terlahir dari keturunan darah biru. Yoga sangat menyayangi kakeknya, sehingga ia selalu berusaha untuk menjaga dan memberikan apa yang diinginkan oleh kakeknya.
Tahun demi tahun kian berlalu, kesehatan kakeknya Yoga semakin menurun. Hingga pada saat waktunya, Yoga harus kehilangan sosok yang selama ini menjadi tujuan hidupnya. Ia sangat terpukul atas kehilangan kakeknya dan ia melampiaskan semua kesedihannya itu dengan cara menyakiti dirinya sendiri, membenturkan kepalanya ke tembok hingga berdarah bahkan sampai tak sadarkan diri. Hidupnya hancur, tidak ada sosok yang harus ia jaga dan lindungi. Kini ia hidup sebatang kara, melangkah tanpa arah, berlari tanpa tujuan, dan terdiam tanpa harapan.
Suatu hari, datanglah seorang preman yang menghampiri kediaman Yoga. Preman tersebut merasa iba dan berniat mengajaknya untuk ikut gabung menjadi seorang preman yang menawarkan pekerjaan dengan penghasilan yang cukup menggiurkan. Yoga pun tertarik dan akhirnya ikut bergabung bersama Kang Baron (orang yang mengajak Yoga untuk bergabung menjadi seorang preman). Hari itu juga, Kang Baron mengajarkan kepada Yoga tentang bagaimana cara menjadi seorang preman yang ditakuti dan disegani, mengajarkan bagaimana cara mengancam orang-orang agar mau memberikan sedikit hartanya, dan mengajarkan sedikit ilmu bela diri untuk berjaga-jaga jika suatu saat nanti orang yang di palaknya adalah orang yang pemberani.
Ada hal aneh yang terjadi pada diri Yoga setelah menjadi seorang preman. Setiap Yoga melakukan aksinya dengan cara memalak orang-orang yang hendak pergi ke pasar, targetnya tidak merasa takut bahkan terancam karena Yoga tidak menggambarkan sosok seorang preman sejati selain. Yoga merupakan preman yang mempunyai wajah tampan, tidak menakutkan, bahkan tidak memiliki tatto. Orang-orang tidak mempercayai bahwa dirinya adalah seorang preman, sehingga keteguhan diri Yoga menjadi seorang preman mulai memudar.
“Hey, minta uang!” ucap Yoga kepada seorang wanita yang hendak pergi ke pasar.
“Uang buat apa?. Jawab wanita yang hendak pergi ke pasar seraya berkata dalam hati ”ini orang kok ganteng ya”
“Cepetan minta uang, jangan banyak mikir. Sinih cepetan!” tegas Yoga.
Tanpa ragu, wanita itu pun memberikan Yoga uang sebesar Seratus Ribu.
“Inih uangnya” ucap wanita dengan senyuman.
“Loh kok besar ngasihnya?” Tanya Yoga dengan sedikit heran.
“Gak apa-apa, ambil aja buat masnya” Jawab wanita tersebut.
“Gak ah, gue butuhnya cuma 10 ribu buat makan”. ucap Yoga.
“Ya udah itu aku kasih 100 ribu buat masnya makan”. ucap wanita tersebut sambil tersenyum.
“Gak, gak. Pokonya gue minta 10 ribu, cepet sinih dompetnya ” pungkas Yoga sambil merebut dompet wanita tersebut dan mengambil uang 10 ribu lalu pergi.
Ke esokan harinya, wanita yang kemarin dipalak oleh Yoga kembali pergi ke pasar dengan tujuan ingin menemui Yoga. Entah ada angin apa, sosok Yoga telah membuka hati wanita tersebut ketika pertama kali ia bertemu. Benih-benih cinta mulai tumbuh pada diri wanita tersebut, tak peduli dengan kehidupan Yoga yang saat ini telah terjadi. Akhirnya wanita tersebut menemukan Yoga dan menghampirinya.
“Heyy, kamu. Ini!” ucap wanita dengan menyodorkan uang 10 ribu.
“Hah, kamu lagi. Sinih!” ucap Yoga sambil mengambil uang.
“Boleh kenalan?”. Tanya wanita tersebut.
“Buat apa lu kenal gue, gak ada untungnya. Lagian mana ada orang yang mau kenalan sama gue”. Jawab Yoga dengan nada sinis.
“Buktinya, aku mau kenalan sama kamu. Namaku Mawar”. ucap wanita tersebut dengan senyum manis.
“Gue Yoga!. Gue pergi dulu”. Pungkas Yoga.
“Tunggu dulu, boleh minta no hp nya?” Tanya Mawar.
“Gue gak punya hp”. Jawab Yoga sambil pergi meninggalkan Mawar.
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.