AKU melihatmu berlalu di tengah hujan badai sore itu. Tanpa perlindungan apapun kamu terus saja melaju dengan motor bututmu. Bahkan kamu tak hiraukan dinginnya cuaca yang menusuk tulangmu. Saat itu aku hanya bisa menatapmu dari kejauhan.
Lalu aku mulai berandai-andai. Andai saja aku bisa menyambutmu di rumah, sembari membawakan handuk untuk mengelap basah di tubuhmu. Kemudian membuatkan secangkir coklat hangat untuk menghangatkan organ-organ dalammu. Tapi sekarang, aku bisa apa?
Aku belum lama mengenalmu. Tiga bulan yang lalu kamu hadir dalam hidupku. Awalnya aku tidak tau siapa kamu. Yang ku tahu, kamu hanyalah seorang karyawan baru di tempat kerjaku.
Ketidaksengajaan itulah yang akhirnya membuatku mengenalmu. Ketika kita sama-sama dipanggil satpam untuk mengambil kiriman paket. Dan ternyata pak satpam lupa mana yang punyaku dan punyamu. Itu karena besar, berat dan warna bungkusnya sama. Ditambah lagi di sana tidak ada nama pengirimnya karena kata pak satpam yang mengantarkannya bukan dari jasa pengiriman alias orang pribadi. Alhasil kita berdua membuat gaduh pos satpam karena saling berebut dan mengklaim kalau salah satu paket itu adalah milik kita.
Mungkin karena pak satpam sudah terlalu pusing dengan kegaduhan kita, beliau akhirnya meminta kita berdua untuk membuka paket-paket itu. Awalnya aku menolak. Karena aku pikir ini adalah barang rahasia yang tidak boleh diketahui isinya oleh orang lain. Dan ternyata pemikiranmu sama sepertiku. Kamu juga ngotot tidak mau membukanya. Lagi-lagi sikap kita membuat pak satpam marah.
Saat pak satpam sudah tidak bisa mentoleransi sikap kita yang seperti anak kecil itu, akhirnya pak satpam sengaja menyobek bungkus paketku dan paketmu. Jadi mau tidak mau kita berdua harus membuka bungkusan masing-masing.
Aku terdiam sejenak. Begitu juga kamu. Kita saling berpandangan. Dan aku yakin dalam hatimu pasti sama isinya dengan hatiku saat ini. Aku ingin tertawa. Kamu pun juga. Kita jadi salah tingkah. Iya, saat itu kita seperti orang yang tidak waras.
“Ini punyamu.” katamu kemudian sambil menyerahkan paket yang mati-matian kamu bela karena kamu claim itu milikmu.
Tanpa berkata apapun aku juga menyerahkan bungkusan yang sudah kubuka padamu. Lalu tanpa basa-basi kita berdua pergi dari pos satpam dan meninggalkan pak satpam yang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku kita.
“Kamu tau isinya?” bisikmu padaku saat kita melangkah bersama-sama kembali ke ruang kerja. Aku mengangguk malu. Aku juga tau kamu mengetahui isi paket yang seharusnya ditujukan padaku. Kami berdua tertawa terbahak-bahak.
“Aku tidak sengaja.” lanjutmu kemudian. “Tapi aku jadi tau apa warna favoritmu.” katamu dengan muka iseng.
“Sialan kamu!” sungutku sambil memukul punggungmu. Kamu malah tertawa.
“Jangan bilang barang sebanyak itu buat kamu semua. Atau itu semua mau kamu koleksi?” candamu.
“Dasar sinting. Apa bedanya sama kamu? Barang sebanyak itu juga mau kamu pakai sendiri.”
“Oh tentu.” jawabmu percaya diri. Membuatku gemas padamu karena kelakuan usilmu.
“Ini rahasia kita ya? Jangan sampai terbongkar. Kalau sampai terbongkar, kamu orang pertama yang akan aku habisi.”
“Oh, tenang saja nona. Aku akan tutup mulut demi kejadian memalukan ini. Tragedy of pakaian dalam.. ups..” kamu memotong kata-katamu sendiri sambil menutup mulutmu dengan tangan kananmu.
Aku mengepalkan tangan dan mulai kesal dengan ulahmu yang selengekan.
“Aku Fito. Staf IT. Kamu?” tanyamu sambil mengulurkan tangan.
Aku pun menyambutmu. “Nuri. Finance.”
“Burung dong?”
Aku merengut.
“Tapi cantik. Burung nuri kan cantik.” celetukmu tiba-tiba yang membuat aku tersipu malu.
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.