Hari itu datang, tampak Romli membawa koper besar. Jantung Kusmidi berdetak tak karuan, tak percaya dirinya sedang berduaan dengan uang satu miliar. Kusmidi memohon untuk sekedar menengok, tapi Romli menolak dan bilang terlalu berbahaya, bisa panjang urusan. Di jalan Romli berkisah, bahwa era telah berubah. Uang semakin hari semakin tak ada harga dirinya. Uang bisa didapat dengan begitu mudah. Kusmidi terbelalak, tak percaya dengan apa yang didengarnya.
Romli tertawa terbahak-bahak melihat paras penasaran Kusmidi. Romli jual mahal, Kusmidi makin kelimpungan. Sepanjang hari kadang dia hanya mangkal, karena tak ada banyak orang bepergian dengan angkot Sang Majikan. Tapi Romli malah bilang, bahwa dapat uang itu gampang. Maka Kusmidi mati penasaran, tentang bagaimana hal?. Romli akhirnya buka suara, dia berkata ada robot hebat dalam sesuatu yang kemudian terdengar sangat canggih di telinga miskin Kusmidi, “Investasi”.
Kusmidi mengambil semua tabungannya, dibulatkannya menjadi sepuluh juta dengan pinjam tiga ratus ribu kepada majikannya. Romli berkata, dalam satu minggu uang itu akan kembali tiga kali lipat tanpa dipotong bunga. Uang yang disisihkannya untuk pulang kembali ke kampung halaman, akan diberikannya kepada Romli untuk digandakan Sang Robot canggih investasi. Senyum Kusmidi mengembang, jalannya riang, membawa sepuluh juta dalam genggaman untuk bertemu Si Pemuda Tampan. Semua terjadi begitu cepat, Kusmidi diam tak mau bercerita pada teman-temannya. Dia ingin kaya sendirian, dan pulang dengan jaya gemilang.
Sampai akhirnya seminggu telah berlalu, Romli tak tampak menunggu di pos tempat mereka janji untuk bertemu. Kusmidi sedikit kecewa, tapi masih percaya hari itu dia akan menerima hadiah besar dari Sang Robot. Waktu terus melaju, Romli tak kunjung ketemu. Kusmidi berjalan berputar-putar mencari dimana kiranya Romli tinggal. Kusmidi terus mencari hanya dengan modal KTP buram hasil foto kopian. Tak ada yang mengenalnya, hingga dia bertemu Ibu Saidah, “Lhah! Ini Si Penipu!” pekiknya.
Meriang badan Kusmidi. “Dia kabur, tidak bayar uang kos selama tiga bulan. Sudah dua mingguan yang lalu minggatnya. Kata orang-orang membawa koper besar, dijemput angkot tua usang” Ibu Saidah menjelaskan.
Kusmidi masih tak percaya, “Koper itu isinya uang, Bu! Satu miliar!” ucap Kusmidi meyakinkan.
Ibu Saidah terkekeh. “Bayar kos tiga ratus ribu per bulan saja tidak sanggup, kok lancang sekali bilang punya uang satu miliar”.
Kusmidi panas dingin. Dia masih tak percaya dirinya telah tertipu. Uang yang dikumpulkannya, sedikit demi sedikit untuk modal pulang kampung, amblas sudah.
“Bapak kenapa cari dia? Ngga ditipu kan? Disuruh investasi?” tanya Ibu Saidah.
Kusmidi pucat pasi. Sejak itu jiwanya pergi, raganya tak terisi. Pikiran Kusmidi berkecamuk, badannya remuk bagai tercambuk.
Berhari-hari Kusmidi hanya bisa merenungi, nasib tak baik yang kini dihadapi. Hanya bisa menangis dan meraung setiap teringat kedunguannya, tapi tak juga memiliki solusi. Dia hanya ingin pulang, bertemu dengan keluarganya, dan tak lagi kembali kesini. Tapi apa daya, Kusmidi hanya bisa menyendiri, tak memiliki apa-apa lagi. Pintu kamarnya digedor, “Kus! Kau ngga berangkat narik?” teriak Majikannya.
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.