Perlahan Kusmidi membuka pintu, dan betapa kagetnya Majikannya melihat kondisi Kusmidi. Kusmidi menangis dan meraung kembali, teringat bahwa bahkan kini dia memiliki hutang tiga ratus ribu yang harus dibayarnya pada majikannya. “Hey! Kenapa kau ini?” tanya Sang Majikan. Masih basah luka yang menganga itu, harus disiraminya dengan air jeruk saat terpaksa diceritakannya semua peristiwa malang yang menimpanya.
“Kus…Kus…di dunia ini tak ada yang mudah selain kebohongan. Kalau semudah itu uang di dapat, kenapa pula dia masih naik angkot butut itu? Sudah ber mersi lah dia kemana-mana menenteng uang satu milyar!” ucap Majikannya. Kusmidi menunduk dalam.
“Dia bilang itu rahasia Pak, supaya orang tidak curiga…supaya tidak dirampok…” Kusmidi membela diri.
“Kus, dengarkan aku ya. Di dunia ini yang terlihat licin, bersih, wangi, banyak yang kosong dompetnya. Kosong juga hati nuraninya, bahkan dia begitu tega menipu laki-laki tua, alpa, dan polos sepertimu”. Majikannya menarik nafas panjang tak sampai hati dia melanjutkan geramnya pada Kusmidi, seolah sudah jatuh tertimpa tangga, masihlah harus mendengarkan kedunguannya dikupas tuntas oleh orang lain.
Kusmidi masih menangis, hatinya berontak. Mengapa dunia yang semakin maju malah menjadi semakin kejam. Dunia telah meninggalkannya, bertahun-tahun yang lalu, dalam derita supir angkot butut yang tak lagi dilirik masa. Orang kini menggunakan aplikasi, menggunakan kendaraan pribadi, tanpa mau sedikit melirik nasib sopir-sopir yang hanya bisa gigit jari. Teknologi semakin canggih, istilah-istilah dalam hidup semakin sulit dimengerti. Kita tetap tinggal di bumi, tapi bahasa kita setinggi langit, dan itu membuat orang-orang seperti Kusmidi merasa terhimpit. Malu jika tak tahu artinya, gengsi jika tak ikut menggunakannya, tapi malah tertipu daya oleh rayuannya.
Benar saja, saat Kusmidi mendengar kisah Sang Robot penghasil uang di pasar yang katanya isinya hanya uang dan uang yang berputar di seluruh dunia, imajinasinya seolah meledak tak sanggup membayangkan bagaimana rupa toko-toko uang di pasar uang. Dia rindu saat dunia berputar sewajarnya, sewarasnya, dan sepadan dengan kepintarannya. Dia sudah tua dan kelelahan jika harus ikut terus berputar mengikuti kecepatan perubahan dunia. Tapi nyatanya saat dia diam dan membiarkan dunia meninggalkannya, dia malah menjadi korban. Dialah kayu bakar yang membuat dunia ini terus berputar. Bahwa akan selalu ada yang bisa ditipu dan terus dirugikan karena ketinggalan perkembangan jaman. Kusmidi menelungkupi kepalanya, Ah…hidup kini sungguh terasa melelahkan.
TAMAT
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.