JALAN raya hidup seperti biasa. Lampu-lampu jalan menyala bersamaan dengan lampu kendaraan yang tak sedikit jumlahnya. Menikmati suasana malam setelah hujan reda ini memanglah hal yang indah, apalagi ditemani seorang kekasih.
“Minumnya mau apa?”
Tanya seorang wanita sambil meletakkan 2 piring nasi goreng. Wanita yang sudah setahun menjadi kekasihku.
Sebulan sekali, kami selalu meluangkan waktu untuk berkendara keluar. Kemana saja. Tidak perlu malam Minggu. Intinya berdua, berkendara dengan Vespa menikmati suasana hingga tengah malam.
Mataku terpejam, suara yang selalu kutakuti sudah terdengar walaupun samar samar.
Pinggir jalan raya memang menjadi tempat favorit kami, namun tidak jarang bisa menjadi tempat paling menakutkan untukku. Setiap mobil ambulan yang melaju kencang, diiringi dentuman jantungku yang selalu saja tak kuasa mendengar suaranya. Suara yang paling aku benci, karena selalu mengingatkanku kepada detik detik kepergian ibuku.
Terasa sentuhan dingin membelai pipiku. Aku membuka mata. Melihat wajah wanitaku dengan senyum manisnya.
“Dia hanya lewat” ucap seseorang paling ku sayang.
Aku memegang tangannya. Memintanya untuk duduk di sampingku dulu sampai suara itu hilang.
“Keenan, kenapa kamu selalu begitu? Bukankah kamu pernah bilang kalau Tuhan itu baik? Dan bukankah manusia mati karena dipanggil Tuhan? Kenapa kamu benci jika mengingat kematian ibumu?”
Wanita itu berbicara dengan nada penasaran. Entah ini pertanyaan yang ke berapa kali. Dan entah untuk ke berapa kalinya aku tidak bisa menjawab.
“Nan, kematian itu ada ditangan Tuhan. Ibumu pergi, karena kasih sayang Tuhan. Mobil itu hanya mengantar jasad ibumu ke pemakaman. Dan itu semua adalah rencananya Tuhan. Jadi jika kamu ingin benci, kenapa tidak benci saja dengan Tuhanmu?”
Aku bisu mendengar kata-kata itu. Sangat jarang sekali wanita ini berkata menyeramkan seperti tadi.
Aku tidak pernah membenci Tuhanku. Aku hanya benci cara Tuhan mengambil ibu.
Dia melepas tanganku. Beranjak memesan minum yang padahal aku belum menjawab ingin minum apa.
Hp ku berdering.
“Halo za” ucapku menerima telepon Reza, teman akrab ku.
“Maaf pak, saya menemukan hp ini saat pemilik kecelakaan. Sekarang korban sedang di rumah sakit. Bapak bisa datang kesini?” Ucap seseorang yang tak kukenal suaranya. Aku berusaha untuk tidak panik mendengar kabar itu.
“Alamatnya dimana ya pak?” Tanyaku lalu langsung dijawab oleh suara di seberang sana.
Baru saja wanitaku sampai dengan 2 gelas es teh. Aku langsung berdiri.
“Loh, mau kemana?” Tanyanya bingung
“Kita ke rumah sakit. Reza kecelakaan” Ucapku sedikit ragu. Apa harus aku ke rumah sakit?
Aku membayar 2 porsi nasi goreng dan es teh yang sama sekali belum tersentuh lidah.
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.