Ketika pulang sekolah
“Assalamualaikum” ucapan salam yang dilontarkan Andriana kepada ibunya, kemudian ibunya menjawab
“Waalaikumsalam nak. Bagaimana sekolahmu hari ini, apakah menyenangkan?”
“Ngapain ikut campur. Tanya melulu” jawab Andriana
Ibunya terdiam membisu. Kemudian setelah mendengar itu Andina tidak terima jika ibunya diperlakukan kasar.
“Kakak ini apaan sih! Kasar banget” hentakan Andina dengan lantang
“Nggak usah ikut campur… kamu nggak tahu apa-apa” jawabnya
“Aku tahu, kalau kakak membentak ibu.”
“Iya. Biar ibu sadar sebelum aku malu karena jika temanku tahu kalau aku anak orang miskin dan ibuku tukang sayur dan bapakku sudah mati!”
“Astaghfirullahaladzim… plaaaakk” tangan ibu mengangkat ke pipi Andriana. Tanpa sepatah kata pun Andriana langsung pergi menuju kamar. Andina hanya bisa memeluk ibunya dan berkata
“Sabar… Bu.. mungkin kakak lagi kecapekan”
Sampai sekarang kebohongan Ana belum terungkap kepada teman-temannya, namaun hari demi hari Ana selalu main-main bersama teman-temannya berfoya-foya, berpesta-pesta sesuka hatinya. Ibunya sudah mengingatkannya dengan halus dan dengan kasar tetapi tetap saja tidak dihiraukan.
Suatu ketika Andina menderita penyakit DBD dan itu sudah semakin parah dan harus dibawa ke rumah sakit, namun sudah terlambat Andina sudah dipanggil oleh Allah SWT. Sekarang Ibu Sumiyati hanya punya satu anak yaitu Ana. Sampai sekarang Ana tetap seperti itu. Ia sangat berharap bahwa Ana akan kembali seperti semula, menjadi anak baik hati dan lemah lembut.
Kasih sayang seorang ibu tidak akan habis untuk anaknya. Namun Ana tidak sadar akan hal itu. Ia tidak pernah memikirkan ibunya.
Ana berusaha menutupi kebohongannya selama ini, namun sekecil apapun kebohongan itu ditutupi pasti akan terbongkar pula kebohongnnya.
Kebohongan Ana kepada teman-temannya terbongkar karena salah satu dari temannya yang tidak menyukainya mengikuti Ana pulang sekolah ke rumah yang sederhana dan mengetahui ibunya yang tukang jualan sayur itu. Teman Ana tersebut bernama Rani. Rani adalah salah satu teman yang tidak menyukai Ana karena perilakunya yang sombong di sekolah Akhirnya ia penasaran akan seluk beluk Ana.
Berita tentang Ana tersebar ke satu sekolah. Pada saat keesokan harinya Ana sekolah, disana Ana dihina mentah-mentah dan teman-temannya tidak mau menemaninya lagi, lagi pula untuk apa punya teman yang suka berkata bohong.
Waktu sekolah pun telah usai semua murid dipersilahkan pulang. Di perjalanan pulang Ana merasa kelelahan dan ia beristirahat di emper toko di dekat jalan raya. Di sampingnya terdapat seorang ibu-ibu pemulung yang sedang meratapi nasibnya.
“Ya Allah… Berikanlah hamba ketabahan dalam menjalankan kesengsaraan hidup ini Ya Allah. Aku rela melakukan seperti ini hanya untuk kebahagiaan anakku, aku rela mati jika untuk menyelamatkan anakku,” keluh kesah ibu tersebut.
Setelah mendengar itu Ana mulai merenungkan apa yang dikeluhkan seorang ibu yang rela melakukan apapun demi anaknya. Tetesan air mata membasahi pipi, kemudian Ana sontak berlari sekencang kencangnya untuk langsung bertemu dengan ibunya untuk minta maaf sebelum terlambat.
Sesampainya di rumah, ibunya ternyata sedang terbaring kesakitan karena penyakit yang dimilikinya. Setelah itu Ana langsung mencium kaki ibunya dan minta maaf atas apa yang selama ini Ia perbuat telah menyakiti hati ibunya. Namun takdir berkata lain nyawa Ibu Sumiyati tidak lagi lama, Ia meninggal dunia Pada hari itu juga, dan sebelum meninggal Bu Sumiyati menuliskan sebuah surat kecil khusus untuk Ana yang berisikan:
Ana anakku, ibu berpesan kepadamu, kamu harus jadi Ana yang dulu bukan Ana yang sombong. Ibu hanya ingin supaya kamu tidak tersesat nak.
Ibu hanya ingin kamu bahagia, Buatlah ibu tersenyum disini melihatmu bisa meraih kesuksesanmu. Maafkan ibu yang selalu mengaturmu, tapi ini semua ibu lakukan demi kebaikanmu sendiri.
Ibu akan merindukanmu Andriana.
“Aku akan selalu ingat pesanmu Bu…” gumam Ana.
Beberapa tahun kemudian setelah Ana melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi Ana bisa mewujudkan mimpinya dan mimpi ibunya. (***)
(Cerpen Karangan: Ardhin Dwi Mahreny. Blog / Facebook: Dwi Ardhin. Sumber: Cerpenmu.com)
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.