Mencintai dan Memaafkan

Oleh: Athaya Haidaranis Nadhira

MENYANDANG nama belakang Irawan, hidup Maura Kalena bisa dikatakan mendekati kata sempurna. Kehidupan mewah yang bagi kebanyakan orang hanyalah isapan jempol belaka merupakan suatu hal yang dimiliki Maura sejak lahir. Semua yang diinginkan Maura tidak pernah tidak dipenuhi. Telepon genggam keluaran terbaru, kamar tidur sekelas hotel bintang lima, serta supir yang selalu siap antar jemput kemana saja. Maura bisa menikmati semua fasilitas tersebut karena ia merupakan anak tunggal dari seseorang yang sangat berpengaruh di kalangan pebisnis papan atas. Papanya merupakan pemilik dari Irawan group, yang menjalankan bisnis di bidang real estate sementara mamanya sedang bergelut di bidang butik.

Dibalik semua kemewahan itu, Maura tetaplah seorang remaja SMA biasa. Ia tidak terlalu ambil pusing dengan semua gosip maupun decak kekaguman yang dilontarkan teman-temannya di sekolah. Ia merasa miris mengetahui semua anak mendambakan kehidupannya. Maura memang cantik, pintar, dan dikelilingi harta berlimpah, namun apa semua itu berguna ketika ia sendiri merasa sangat kesepian? Kedua orang tuanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Mereka selalu berpikir bahwa putri tunggal mereka hanya butuh harta, harta dan harta.

Baca juga:  Legenda Ular Nabau Berkepala Naga Penjaga Hutan Kalimantan

“Mama, Papa, kita liburan, yuk. Maura pengen ke Lombok. Kata temen Maura disana bagus.” Maura dengan antusias berbicara kepada kedua orang tuanya. Maura pikir makan malam adalah waktu yang paling pas, karena hanya pada saat makan malamlah mereka bertiga bisa duduk satu meja. Senyum Maura perlahan memudar ketika dia tahu ucapannya tadi berakhir sia-sia. Maura melihat kedua orang tuanya sibuk dengan telepon genggam mereka masing-masing, sama sekali tidak mendengarkan apa yang Maura katakan.

“Eh, tadi Maura bilang apa?” tanya Mama, sepuluh menit kemudian.

“Maura pengen liburan, Ma. Liburan yang beneran, bertiga bareng mama sama papa. Terakhir kita liburan bareng kapan? 10 tahun yang lalu?”

Mamanya terdiam. Papa Maura yang tadinya terus sibuk dengan telepon genggamnya akhirnya angkat bicara. “Maura, sudah berapa kali sih papa bilang? Papa itu sibuk kerja, cari uang buat hidup kamu sama mama. Bisnis papa nggak mungkin bisa ditinggal untuk hal-hal tidak penting seperti itu. Kamu lagi butuh apa sih? HP baru? Atau laptop baru? Kalau iya, bilang sama papa. Inget ya, jangan sekali-sekali ajak papa buat hal-hal kayak gitu.”

Baca juga:  Menggantung Mayatmu

Maura setengah mati menahan air matanya yang hendak tumpah dan memaksakan senyum. “Kalau Maura liburannya berdua sama mama boleh, Pa?” Maura bertanya kepada papanya dengan suara bergetar menahan tangis, sementara yang ditanya kembali mengacuhkan Maura. Maura menoleh ke arah mamanya, minta penjelasan.

“Maura sayang, kamu kan tahu papa itu sibuk, jadi nggak usah ganggu papa untuk hal-hal seperti ini. Kalau untuk liburan, maaf ya sayang. Mama lagi sibuk soalnya ada rencana mau buka cabang baru.” Mamanya berusaha menjelaskan dan sedetik kemudian kembali sibuk dengan telepon genggamnya.

Maura menyeka air matanya yang perlahan turun, menyudahi makan malamnya, dan berlari ke kamarnya. Sungguh, hidup seperti inikah yang didambakan teman-teman sekolahnya? Dari kecil Maura tidak pernah dekat dengan papanya, dan ketika sudah menginjak bangku SD, mamanya juga terasa menghilang dari kehidupan Maura. Maura hanya ditemani pembantu, supir, serta barang-barang elektronik mewah miliknya. Jika bisa, ia ingin menjadi seperti Naisha, teman sekelasnya. Naisha tidaklah kaya, namun ia bahagia. Walaupun tidak liburan ke luar negeri, kedua orang tua Naisha sangat memperhatikannya. Andai saja mama dan papa tahu bahwa harta dan kedudukan bukanlah segalanya.

Baca juga:  Secangkir Kopi yang Membawamu Kembali

Maura tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya. Bayangkan saja, saat liburan seperti ini pun mereka masih saja sibuk dengan bisnis mereka. Maura menghempaskan tubuhnya ke sofa besar di kamarnya dan tangannya iseng menyalakan televisi, bermaksud untuk menghibur diri agar tidak kesepian. Terdengar suara penyiar berita dan urat-urat di tubuh Maura menegang seketika begitu mendengarnya.

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

TAGGED:
Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi