Pulangnya Sendu (Bagian 2)

Oleh: Mira D. Lazuba

Kantamedia.com – Aku masih tak bisa menghentikan linangan air mataku saat tetua di depan keranda mayat Sendu meributkan tentang anak yang baru saja lahir itu. Mereka percaya anak itu, yang tak jelas siapa bapaknya, hanya akan membawa petaka untuk tanah leluhur kami. Mereka bilang anak menanggung dosa orang tuanya. Entah agama mana yang kini mereka percaya.

Aku menatap keranda Sendu. Sendu pernah berkata, ada harga untuk setiap kebenaran, walau itu dengan nyawa. Aku masih tak tahu tentang apa yang menimpa Sendu, dan ternyata tak satupun yang tahu.

Baca juga:  Manusia Tanpa Kata

Selama ini Sendu bungkam, tapi entah mengapa apapun itu, aku percaya padanya. Banyak yang bilang, kota seperti kebun binatang, membuat orang menjadi liar. Bahkan seorang Sendu, anak Mak Haji yang terpandang. Terjerumus pada lingkaran setan, hamil duluan.

“Dilarungkan ke sungai, menggunakan sampan, Mak Haji” usul seorang tetua. Aku terkekeh mendengar ide bodoh itu. Dipikirnya apakah ini jaman Nabi Musa?. Tak akan lama anak itu hanya akan jadi santapan buaya. Mak Haji diam.

“Yang jelas, anak itu tidak bisa dibiarkan disini” kata tetua lainnya dan diikuti anggukan banyak kepala. Aku meradang mendengarnya. Entah kerasukan apa, akupun berteriak,

Baca juga:  Pria Besar Bertato Mawar

“Aku yang akan jadi Emaknya!”. Semua orang menatapku tak percaya, Emakku hampir pingsan mendengarnya.

“Mana mungkin seorang perawan jadi Emak! Tidak boleh! Jangan jadi perusak adat. Kau mau merusak masa depanmu sendiri?. Tak ada perjaka mau berkawin denganmu nanti. Pun anak itu anak haram. Menjadikan diri Ibu dari anak haram, apa sudah hilang akalmu?” tentang seorang tetua.

Aku beranjak dan menggapai anak itu. “Suka atau tidak, dia kini anakku!” Aku mendekap anak itu.

“Tak perlu tetua pusingkan perihal anak ini. Usir saja aku sekalian, Aku tidak gentar! Anak ini tak berdosa, sehina apapun orang tuanya. Tak ada satu bayipun yang lahir di dunia membawa petaka!” jeritku.

Baca juga:  Lewat Tulisan Aku BerTuhan

Aku menggendong bayi itu pergi dan Emakku mengejarku. Aku menatap wajah bayi mungil itu. Ada bekas jerat dilehernya, terlilit tiga tali pusat ibunya, pun lahirnya sungsang. Untuk memulai kehidupan bayi ini, ibunya harus merelakan kehidupannya sendiri. Anak ini berharga sebuah nyawa, dan aku telah menaruh tekadku padanya. Aku menatap Emakku yang terus mengomeliku selama perjalanan kami pulang,

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

TAGGED:
Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi