Kantamedia.com – Sanaman Mantikei merupakan sebuah cerita rakyat yang berkembang di daerah sepanjang Sungai Samba dan Sungai Kahayan di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Dalam cerita rakyat itu dikatakan bahwa: Sanaman berarti besi dan Mantikei itu berarti sejati.
Sanaman Mantikei berarti besi sejati, ataupun benda yang berbentuk biji atau butiran-butiran biji besi yang terdapat di dalam tanah. Butiran-butiran biji ini diolah menjadi tombak, pedang, mandau dan sebagainya.
Di masyarakat Kalteng, cerita asal usul Sanaman Mantikei ini ada beberapa versi.
Di antaranya adalah legenda Sanaman Mantikei yang disebut berasal dari tetesan darah babi itu berubah menjadi besi. Cerita ini terutama berkembang di masyarakat daerah bantaran Sungai Kahayan.
Kemudian versi lainnya adalah berawal dari kisah seorang pemuda bernama Tinjau yang disekap makhluk halus hingga akhirnya ia mempelajari cara membuat senjata dari para makhluk astral tersebut.
Kali ini, legenda Sanaman Mantikei yang diangkat adalah versi Tinjau yang ceritanya banyak berkembang di masyarakat daerah aliran Sungai Samba, Kabupaten Katingan.
Konon, di Dusun Kaleka Nusa Kuluk Riam Habambang, sebelah kiri mudik Sungai Samba, hiduplah satu keluarga petani. Petani itu mempunyai seorang anak laki-laki bernama Tinjau.
Pada suatu hari Tinjau pergi untuk mengantarkan makanan kepada ibu bapaknya di lading. Di tengah
jalan, sekonyong-konyong Tinjau melihat seorang yang mirip ayahnya. Orang itu lalu mengajaknya
berjalan ke suatu arah. Tinjau menurut saja, karena dirasanya tak salah mengikuti ayahnya
sendiri.
Mereka berdua berjalan terus hingga tiba pada sebuah jalan yang lebar dan bersih. Akhirnya sampai di sebuah betang (rumah panjang tradisional suku Dayak). Di dalamnya banyak orang berkumpul. Mereka lalu naik ke dalam betang itu.
Seorang tetua dari sekalian itu berkata kepada orang yang mirip ayah Tinjau : “Dari mana kau dapat anak manusia ini ? Bagaimana kalau diketahuinya rahasia pekerjaan kita ini tak boleh dilihat makhluk lain, apalagi manusia.”
“Anak ini kutemukan di ujung jalan rumahku, sebelum mencapai jalan desa kita ini. Tiba-tiba saja ia terlihat olehku dan ia pun melihatku pula. Untunglah sempat kuubah wajahku, menyamar jadi ayahnya. Mungkin ia mata-mata manusia yang ditugaskan mengintai pekerjaan kita. Aku bergegas hingga kubawa saja ia kemari. Terserah ketua mengambil tindakan padanya,” jawab orang yang mengajak Tinjau tadi.
Ketua dari orang halus itu berkata lagi : “Anak manusia ini jangan dibiarkan bebas begitu saja. Nanti ia lari diceritakannya perihal segala perbuatan kita. Coba tutup ia dengan garantung (gong) besar.”
Tinjau lalu disekap di bawah sebuah garantung. Ia menyadari bahwa dirinya diculik makhluk halus. Untung saja papan lantai di bawah garantung itu tidak rata. Kalau tidak, dia bisa mati lemas kehabisan napas.
Setelah Tinjau disekap, mulailah mereka itu berunding mengatur pembagian kerja pada esok hari yakni membuat peralatan untuk melebur batu menjadi Sanaman Mantikei (besi sejati atau murni).
Sementara itu, orang tua Tinjau merasa heran karena anaknya tidak datang mengantar makanan seperti biasanya. Hingga akhirnya mereka merasa lapar dan keduanya terpaksa pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, ternyata Tinjau tidak ada di sana.
Seluruh keluarga dan orang sekampung turut mencari kesana kemari. Tetapi semuanya sia-sia saja. Tinjau hilang bagai ditelan bumi. Bermacam dugaan mereka lontarkan.
Sementara itu, Tinjau yang masih disekap oleh makhluk halus, terus berupaya untuk bisa membebaskan diri dan keluar dari dunia gaib.
Suatu ketika, tetua makhluk halus itu berbicara kepada Tinjau.
“Apakah kau lihat segala perbuatan kami ?” tanya tetua mereka.
Memang Tinjau seorang anak yang cerdik, ia lalu menyahut : “Ya. Saya lihat semua perbuatan kalian
dengan jelas.”
Ketua makhluk halus itu berkata : “Kalau begitu coba tutup dia dengan rakung (bakul besar terbuat dari
kulit kayu).”
Tinjau lalu ditutup oleh mereka dengan rakung. “oh,” kata Tinjau, “jangan tutup aku dengan rakung sebab dapat kulihat apa perbuatan kalian.”
“Kalau begitu coba dengan pangalau (sejenis bubu penangkap ikan dari rotan dianyam jarang), agar ia
tak melihat pekerjaan kita,” kata ketua hantu itu.
Tinjau berteriak : “Ampun ! Janganlah kalian tutup aku dengan pengalau ini. Aku menjadi buta dan tuli
sama sekali.”
Makhluk-makhluk halus itu tertawa terbahak-bahak gembira, sebab Tinjau tak dapat melihat segala perbuatan mereka.
Alat yang mereka buat itu adalah alat sebagaimana yang masih dipergunakan pandai besi tradisional hingga kini di daerah Kalimantan Tengah.
Menurut pendapat mereka untuk mempercepat peleburan batu menjadi besi itu, sekeliling baknya dipancangkan tiga buah patung dari tanah liat dengan bentuk tertentu. Seperti, kepala berbentuk ikan, ekornya halus berbentuk kerbau. Kalau kepalanya bunglon, ekornya harus berbentuk ikan serta bila kepalanya babi ekornya mesti berbentuk buaya.
Dari percakapan mereka terdapat beberapa persyaratan dalam pekerjaan itu antara lain tidak boleh dilihat atau ditegur kaum wanita, berolok-olok atau berbicara kotor dan bertengkar. Selain itu harus dekat dengan air dan ada dahan kayu yang sedang tingginya.
Dua syarat terakhir erat kaitannya dengan teknis peralatan. Mengenai jenis batuannya adalah batuan yang ada didalam tanah.
Tiga hari tiga malam lamanya Tinjau memperhatikan kerja para makhluk halus itu mulai dari membuat peralatannya, melebur batuan menjadi besi serta menempanya menjadi senjata dan peralatan. Saking sibuknya mereka bekerja, sampai lupa kepada Tinjau.
Akhirnya, tanpa sepengetahuan para makhluk halus itu, Tinjau dapat melepaskan dirinya dan pulang ke rumah.
Gembiralah keluarganya serta seisi kampung dengan kepulangan Tinjau. Mereka tercengang mendengar ceritanya, apalagi menyangkut pengolahan besi yang pada masa itu belum diketahui oleh orang.
Beberapa tahun kemudian Tinjau mengajak keluarganya mengerjakan Sanaman Mantikei seperti dilihatnya di kampong makhluk halus dahulu. Mereka mengerjakannya lebih baik sebab peralatannya cukup sempurna dengan hasil yang memuaskan pula.
Bekas pengolahan Sanaman Mantikei ini terlihat disebelah kanan mudik sungai Mantikei, sungai
Manten dan Kaleka Nusa Kuluk Riam Habambang.
Sanaman Mantikei memiliki sifat yang lebih lunak tapi tajam dan senjata yang dibuat dari bahan ini mudah dibengkokkan. Batuan yang mengandung Sanaman Mantikei hanya dijumpai di Sungai Mantikei, mencarinya dengan jalan digali dari dalam tanah.
Karena terkenalnya besi ini, hingga sekarang daerah sepanjang Sungai Samba dinamakan Kecamatan
Sanaman Mantikei. (*)
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.