Seorang Perempuan Dari Sungai Nipah

Oleh: Erizon

Dia ingat betul selalu pesan Nurdin di suatu malam ketika mereka bermain di pantai, “Jika engkau lelah bayangkan sakitmu, jika engkau sakit bayangkan semangatmu, jika semangatmu kendur, mandi lah kelaut. Kau akan kuat lagi.”

Apa pun yang berkaitan dengan Mak Imah terkesan tua, kecuali matanya. Sepasang mata itu masih tajam, cerah, tampak tak terkalahkan oleh tantangan kekerasan hidup yang dilaluinya. Berbekal semangat tak tertandingi, Mak Imah dan kawan kawannya melaut menarik pukat dua kali atau tiga kali sehari, jika hari baik dan tidak ada badai atau hujan.

Pagi itu dia sudah mulai turun ke pantai bersama 10 orang lelaki. Sambil menunggu datangnya perahu pembawa tali pukat yang akan ditarik bersama, Mak Imah bermain-main dengan laut seperti kebiasaannya. Bersenda gurau dengan ombak yang menghempas pantai.

Mak Imah duduk di pantai berselonjor. Telapak kakinya dihadapkan ke arah datangnya ombak, seperti menghalangi lajunya ombak. Mengambil segenggam pasir lalu dilemparkaannya ke laut, semacam olah raga ringan untuk melenturkan otot tangan dan jemarinya. Lalu Mak Imah masuk ke laut, merendamkan kaki hingga sebatas lutut. Dipukul-pukul air laut dengan tangannya. Kadang dengan membalikkan telapak tangannya. Air laut memercak mukanya. Beberapa saat setelah merasa cukup, Mak Imah kembali ke pantai.

Burung-burung laut, yakni burung dara laut dan burung walet terbang melayang menghiasi langit Sungai Nipah. Burung burung itu baru saja meninggalkan sarangnya mencari makan mikroplanton dan ikan kecil yang mengapung. Langit cerah, matahari menyinari hamparan laut memberi energi baru pada semua yang hidup. Biasanya burung itu akan kembali ke sarangnya membawa makanan untuk disuapi kepada anak-anaknya yang menunggu lapar. Dari pantai tampak burung itu menghilang dibalik cakrawala, di sebelah Pulau Semangki.

Tiga orang nelayan kelompok Mak Imah pergi mengantar jaring pukat ke tengah laut. Dengan perahu bermesin tempel melaju ke tengah laut hingga beberapa jauh dari pantai. Mereka menebar jaring. Setelah jaring ditebar melingkar pada luas tertentu, tali penarik dijulur ke laut hingga ke pantai agar tidak kusut atau menyangkut pada kayu-kayu dan sampah yang mengapung. Setelah tali diantar kepada penarik pukat yang menunggu di pantai, satu orang nelayan yang bertugas menebar jaring tadi kembali ke tengah laut memantau gerombolan ikan yang tersangkut jaring hingga samai di pantai.

Dengan cekatan kawan kawan Mak Imah menangkap tali dan segera menarik. Mak Imah memasang kain berupa selendang pegangan di pinggangnya, seperti ikat pinggang yang melingkar pada pinggang. Kemudian menarik tali pukat dengan langkah yang kuat ke arah belakang. Badan menghadap ke laut, membelakangi pantai. Kaki menumpu pada pasir. Badan condong ke belakang agar kekuatan tangan menarik tali makin kuat. Berangsur pelan ke belakang. Lima orang di sebelah kiri dan lima orang di sebalah kanan.

Mereka menarik dengan sabar dan penuh talenta dalam irama “satu…….dua…….satu……dua”. Secara bergantian, jika sudah sampai di pantai bagian belakang, bergiliran mereka akan kembali mengambil bagian tali yang di depan. Terus begitu hingga jaring sampai di pinggir.

Menarik pukat tak boleh kencang. Harus pelan pelan dan penuh perasaan agar ikannya tak lari. Atau gerombolan ikan bubar. Dengan keahlian dan kebiasaan yang sudah bertahun tahun Mak Imah tak merasa lelah.

Namun sesekali ketika hujan datang di pagi hari, Mak Imah ingat juga dengan peristiwa berpuluh tahun yang lalu.

Pagi itu 30 tahun yang lalu, Nurdin, suaminya, seperti biasa. Siap pergi ke laut. Dia merupakan nakhodo perahu, yang selalu mendapat tugas menebar jaring. Jika Nurdin menebar jaring jarang yang kusut, dan biasanya selalu banyak ikan yang terjaring pukat. Makanya oleh kelompoknya, selalu Nurdin yang diminta jadi Nakhodo.

Hujan masih turun. Pesisir Sungai Nipah masih dibasahi limpahan air hujan dari bukit. Selokan terisi penuh aliran air menuju laut. Kadang juga guruh berdentum di langit. Awan tebal, tanda akan berhenti hujan belum terlihat. Gelombang pasang juga menerjang kuat. Hempasan ombak merayap jauh hingga ke darat. Sebatang pohon kelapa tak lama lagi akan tumbang karena terus menerus di gerus empasan ombak. Air laut telah menyentuh rumput yang tumbuh jauh dari pantai.

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

TAGGED:
Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi